Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan terdapat indikasi korupsi terselubung di tubuh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS). Indikasi tersebut berasal dari utang KRAS yang mencapai 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp31 triliun.

Lebih lanjut, Erick mengatakan bahwa utang itu berasal dari investasi Krakatau Steel yang mencapai 850 juta dolar. Perusahaan sebelumnya menginvestasikan dana tersebut dalam proyek blast furnace.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan bahwa tren meningkatnya utang dimulai di tahun 2011 sampai dengan 2018. Akumulasi utang Krakatau Steel mencapai Rp31 triliun yang disebabkan beberapa hal. Salah satunya adalah pengeluaran investasi yang belum menghasilkan sesuai dengan rencana.

Kata Silmy, manajemen baru Krakatau Steel berhasil melakukan restrukturisasi utang pada bulan Januari 2020. Sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna memperbaiki kinerja keuangan.

"Proyek blast furnace diinisiasi pada tahun 2008 dan memasuki masa konstruksi pada tahun 2012, jauh sebelum saya bergabung di Krakatau Steel pada akhir tahun 2018. Manajemen saat ini sudah mendapatkan solusi agar fasilitas atau pabrik yang tadinya mangkrak bisa jadi produktif," ucapnya melalui keterangan resmi, Selasa, 28 September.

Silmy mengatakan bahwa saat ini Krakatau Steel sudah memiliki dua calon mitra strategis, bahkan satu calon sudah menandatangani Memorandum of Agreement (MOA) dengan Krakatau Steel. Satu mitra lagi sudah menyampaikan surat minat untuk bekerja sama dalam hal blast furnace.

Lebih lanjut, Silmy mengatakan bahwa dengan adanya mitra strategis ini, maka sudah ada solusi atas proyek blast furnace. Ditargetkan Kuartal II-2022 akan dioperasikan.

"Pengoperasian blast furnace nantinya akan menggunakan teknologi yang memaksimalkan bahan baku dalam negeri yaitu pasir besi. Penggunaan pasir besi ini akan menghemat biaya produksi dan menurunkan impor bahan baku dari luar negeri yaitu iron ore," tuturnya.

Kata Silmy, semua upaya yang dilakukan ini didukung dengan manajemen yang bebas korupsi. Apalagi, kata dia, Krakatau Steel sudah menerapkan ISO 37001:2016 sejak bulan Agustus 2020 sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan KKN.

Lebih lanjut, Silmy mengatakan, hal tersebut merupakan standar internasional yang dapat digunakan semua yurisdiksi serta dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen yang sudah dimiliki Krakatau Steel saat ini.

"Kaitan adanya indikasi penyimpangan/korupsi di masa lalu tentu menjadi perhatian manajemen. Fokus saya ketika bergabung adalah mencarikan solusi dan melihat ke depan agar Krakatau Steel bisa selamat terlebih dahulu," ucapnya.

Menurut Silmy, satu demi satu masalah di Krakatau Steel sudah diatasi manajemen baru. Mulai dari perusahaan yang lama tidak untung, pabrik yang tidak efisien, maupun proyek yang belum selesai.

"Sudah banyak yang selesai dan sisanya sudah didapatkan solusinya," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan terdapat indikasi korupsi terselubung di tubuh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, atau KRAS. Indikasi tersebut berasal dari utang KRAS yang mencapai 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp31 triliun.

Lebih lanjut, Erick mengatakan bahwa utang itu berasal dari investasi Krakatau Steel yang mencapai 850 juta dolar. Perusahaan sebelumnya menginvestasikan dana tersebut dalam proyek blast furnace.

"Krakatau Steel itu dia punya utang 2 miliar dolar AS. Salah satunya investasi 850 juta dolar AS, itu tidak bagus, pasti ada indikasi korupsi," ujarnya.

Kata Erick, Kementerian BUMN pun akan menelusuri dugaan tindak kejahatan tersebut. Menurut Erick, penegakan hukum merupakan proses memperbaiki bisnis yang salah.

"Dan kita akan kejar, siapa pun yang merugikan. Karena ini kembali, bukannya kita ingin menyalahkan, tetapi penegakan hukum kepada bisnis, proses yang salah kita perbaiki," tuturnya.