Tolak Sertifikasi CHSE, PHRI: Bakal Tambah Beban Biaya, Dampak Pandemi COVID-19 Saja Belum Usai
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menolak program wajib sertifikasi Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability (CHSE) bagi pelaku pariwisata, yang akan diterapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Alasannya karena akan menambah beban bagi pelaku usaha yang saat ini masih tertekan imbas pandemi COVID-19.

Saat ini sertifikat CHSE masih gratis dan berlaku selama satu tahun, namun rencananya akan didorong menjadi sertifikasi mandiri dengan mekanisme online single submission (OSS).

Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menilai bahwa sertifikasi CHSE ini sebetulnya bersifat insidentil untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat di masa pandemi COVID-19 dan tidak seharusnya berlaku mandatori.

"Ini baru saja minggu lalu muncul wacana sertifikasi CHSE yang diwacanakan untuk dimasukkan ke OSS. Ini yang terkait pembukaan Bali sebagai awalnya. Ini juga kami selaku industri pariwisata, mewakili teman-teman PHRI merasa keberatan," katanya dalam acara Rakornas Parekraf Tahun 2021 dengan tema 'Pemulihan dan Pertumbuhan Sektor Parekraf' secara daring, Senin, 27 September.

Lebih lanjut, Hariyadi mengatakan dengan masuknya sertifikat CHSE ke dalam OSS, maka sertifikat tersebut menjadi persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengurusan perizinan di sektor pariwisata. Menurut dia, hal ini akan menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha yang saat ini masih mengalami masalah cash flow.

"Karena dengan dimasukan ke dalam OSS, ini akan bersifat wajib dan itu menjadi persyaratan untuk mendapatkan perizinan di sektor pariwisata dan juga ini akan menambah beban biaya bagi pelaku usaha. Jadi ini kami sangat keberatan dijadikan mandatory di dalam OSS," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono memberi gambaran, dengan jumlah hotel bintang dan non bintang saat ini yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 29.243, maka apabila biaya sertifikasi ditetapkan Rp10 juta saja akan terkumpul Rp292 miliar lebih per tahunnya.

Sedangkan, jumlah restoran di seluruh Indonesia adalah 118.069 (menurut Euromonitor International, 2019; Yuningsih, 2021). Jika biaya diasumsikan Rp8 juta saja per unit, maka akan terjadi pengeluaran sebesar lebih dari Rp944 miliar.

"Ini termasuk negative sum game (tidak ada yang diuntungkan), transfer economic value dari hotel dan restoran kepada pelaku usaha lain pelaksana sertifikasi CHSE. Kami menganggap ini adalah bentuk ketidakadilan," tuturnya.