Bagikan:

JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI) melaporkan bahwa minat investor atas rights issue perseroan sangat tinggi. Hal itu tercermin dalam jumlah Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang telah di-exercise hingga Rabu, 22 September, telah mencapai 27,48 miliar lembar saham.

Angka tersebut jika dinominalkan setara dengan Rp93,4 triliun atau mencapai 97,4 persen dari total right issue.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan meskipun data proceed pencapaian tersebut belum final, namun pencapaian ini telah membuat perseroan menorehkan sejarah sebagai rights issue terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Dia bahkan menyebut aksi perseron kali ini adalah terbesar ketiga di Asia untuk urusan rights issue dan ketujuh di seluruh dunia.

“Kami bangga bahwa aksi korporasi itu terbilang sukses, apalagi di tengah kondisi yang menantang akibat pandemi COVID-19,” ujarnya saat memberikan keterangan pers, Jumat, 24 September.

Menurut Sunarso, respon positif ini merupakan sinyal penting yang menunjukan jika market masih percaya akan prospek ekonomi Indonesia hingga masa mendatang.

Selain itu, bos BRI tersebut mengungkapkan pula dana segar yang diperoleh bakal digelontorkan bagi kepentingan pengembangan bisnis perseroan.

“Dana dari hasil rights issue nantinya akan digunakan bagi optimalisasi ekosistem ultra mikro untuk mengakselerasi ekonomi kerakyatan,” tegasnya.

Untuk diketahui, BRI sebagai bank terbesar di Indonesia dari sisi aset menawarkan sebanyak-banyaknya 28,21 miliar lembar saham baru seri B dengan nilai nominal Rp50 per saham, atau sekitar 18,62 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah PMHMETD I.

Adapun, proyeksi dana yang diraup dari publik melalui rights issue ini diperkirakan dapat mencapai Rp 41,15 triliun.

Dikatakan Sunarso jumlah itu akan didapat apabila semua pemegang saham publik mengeksekusi haknya sesuai porsi masing-masing.Jika diakumulasi dengan dana inbreng dari pemerintah, maka optimalisasi rights issue BRI bisa bernilai Rp 96 triliun.

“Ini benar-benar fresh money masuk ke pasar modal dan tentu bagus untuk Indonesia. Kami berkomitmen untuk memanfaatkan dana tersebut memberdayakan UMKM. Seperti yang sudah pernah saya sampaikan, 60 persen hingga 70 persen dananya akan digunakan untuk mengembangkan ekosistem ultra mikro dan sisanya untuk memperkuat bisnis kecil dan mikro BRI,” jelas dia.

Atas upaya strategis yang dilakukan, bank dengan kode saham BBRI itu optimistis meningkatkan penyaluran kredit ultra mikro sebesar 14 persen pertahun.

“BRI memerlukan sumber pertumbuhan baru ke depan yaitu segmen ultra mikro, sehingga perseroan dapat tumbuh berkelanjutan dan memberikan kontribusi positif bagi para pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, tak terkecuali pelaku usaha ultra mikro dan UMKM,” tegas Sunarso.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, BRI menjadi holding ultra mikro atas yang mensinergikan bisnis perseroan dengan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM).

Pegadaian sendiri bertugas untuk menangani layanan pinjaman secara gadai dengan lebih efisien yang diharapkan bisa mengantisipasi disrupsi akibat fintech maupun bisnis fidusia yang kini marak berkembang.

Sementara PNM berorientasi pada pembinaan masyarakat untuk berbisnis secara komersial atau empowering people di tataran bawah. PNM dibidik tetap mencari masyarakat sebanyak mungkin yang bisa dibimbing, diajari, didampingi untuk berbisnis.

Pelaku usaha ultra mikro yang mendapatkan pendampingan PNM lalu diberikan fasilitas pembiayaan berbasis gadai. Jika dinilai memiliki prospek yang baik maka akan ditawari layanan pendanaan yang lebih besar lewat BRI. Ekosistem inilah yang coba digali dan dibentuk melalui pendirian holding ultra mikro.