COVID-19 Menggila, Anak Buah Menteri Teten: Ancaman Kelaparan di Dunia Meningkat 82 Persen
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 yang merebak selama hampir dua tahun di seluruh dunia ini belum ada kepastian kapan akan berakhir. Bahkan, varian baru dari COVID-19 terus bermunculan. Kondisi ini menyebabkan munculnya ancaman kelaparan yang meningkat hingga 82 persen.

Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengatakan berdasarkan data yang dirilis badan pangan dunia atau food and agriculture organization (FAO) sebanyak 270 juta orang di seluruh dunia terancam kelaparan di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini.

Lebih lanjut, Ahmad mengatakan hal tersebut disebabkan lantaran terhambatnya proses tanam dan panen. Termasuk terhambatnya rantai pasok bahan pangan.

"Terjadi potensi gangguan keamanan pangan atau potensi krisis pangan yaitu terganggunya ketersediaan tenaga kerja, keseimbangan rantai pasok dan pembatasan perdagangan," ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis, 8 Juli.

Sementara, kata Ahmad, kondisi berbeda justru terjadi di Indonesia. Di tengah merebaknya pandemi dan melonjaknya kasus COVID-19 di Tanah Air, sektor pertanian justru tumbuh positif sebesar 15,46 persen.

Menurut Ahmad, fenomena positif itu harus dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menjamin ketersediaan pangan bagi warganya di masa sulit imbas pandemi COVID-19 ini.

"Ini tentu menjadi respons yang baik untuk mengembangkan potensi yang ada baik dari pertanian, peternakan dan perikanan serta perlu identifikasi komoditas unggulan, ketersediaan petani dan peningkatan sumber daya manusia," katanya.

Namun, kata Ahmad, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh petani di Indonesia. Antara lain yakni kesejahteraan yang masih kurang, minimnya jumlah lahan yang digarap serta sulitnya mendapatkan akses permodalan.

Karena itu, kata Ahmad, pemerintah harus mendorong agar kelompok tani membentuk suatu wadah yang memiliki badan hukum berupa koperasi. Menurut dia, hal ini dapat meningkatkan produksi dan nilai tambah dari produk yang dihasilkan.

"Petani harus dikonsolidasi jangan sampai mereka menggarap lahan yang sempit, lebih baik lewat koperasi agar produksi bisa meningkat. Koperasi akan melakukan pengolahan hasil panen sehingga dengan demikian posisi tawar petani dapat lebih seimbang dan diharapkan tidak dipermainkan oleh buyer," jelasnya.