JAKARTA - Direktur Penanganan Pelanggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut jika dalam waktu tiga tahun terakhir sebanyak 140 nelayan Indonesia ditangkap di perairan berbagai negara karena dianggap telah melakukan pelanggaran lintas batas.
Oleh sebab, itu pihaknya saat ini terus mendorong pendekatan yang bersifat edukatif guna memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang teritorial perairan laut.
“Masih ada sekitar 68 nelayan kita yang menjalani proses hukum di Malaysia, India, Thailand dan Papua Nugini,” seperti yang dilansir laman resmi, Rabu, 23 Juni.
Sementara itu, Plt. Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Antam Novambar mengatakan bahwa jajarannya turun langsung untuk melakukan sosialisasi larangan melintas batas kepada nelayan di sejumlah lokasi.
“Ini upaya kami membina nelayan Indonesia agar tidak ditangkap oleh aparat negara lain karena melakukan pelanggaran lintas batas,” tuturnya.
Menurut Antam, banyaknya nelayan Indonesia ditangkap di perairan luar negeri terjadi karena masih minimnya pemahaman secara jelas batas wilayah laut dengan negara lain. Kondisi ini terjadi lantaran nelayan tradisional umumnya tidak dilengkapi dengan alat navigasi dan komunikasi yang memadai, serta ketiadaan peta laut.
“Ini perlu diberikan pemahaman, baik dari sisi aturan, maupun pemahaman teknis terkait dengan batas wilayah agar mereka tidak melanggar,” ucapnya.
BACA JUGA:
Senada, Anggota Komisi IV DPR Muslim mengungkapkan mendukung langkah pemerintah dalam memberikan pemahaman larangan melintas batas ini.
“DPR juga memastikan akan terus melaksanakan fungsi pengawasan terhadap upaya penanganan nelayan pelintas batas dan berharap agar KKP hadir untuk memberikan perlindungan kepada nelayan Indonesia,” jelas Muslim.
Untuk diketahui, KKP gencar melakukan kegiatan pemberian pemahaman larangan melintas batas kepada para nelayan. Kini, upaya tersebut tengah dilaksanakan di Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh.
Adapun, dalam kegiatan yang dilaksanakan pada Selasa, 22 Juni tersebut, KKP juga melibatkan Kementerian Luar Negeri, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta tokoh masyarakat setempat guna meningkatkan efektivitas sosialisasi ini.