JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya mengakui gagal membuktikan aset milik Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro dalam bentuk bitcoin sebagai modus penyembunyian hasil korupsi PT Asabri. Hal tersebut disampaikan langsung Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah.
Febrie mengakui jika pihaknya menemukan akun bitcoin yang sudah kosong. Menanggapi hal itu, Kresna Hutauruk selaku kuasa hukum Heru Hidayat pun menegaskan kegagalan tersebut membuktikan jika Kejagung selama ini hanya berasumsi.
Kresna pun membantah tuduhan adanya transaksi bitcoin yang diduga dilakukan oleh kliennya itu.
"Sebagaimana tanggapan kami sebelumnya, klien kami tidak pernah bermain dan berinvestasi bitcoin," ujar Kresna kepada wartawan pada Rabu 23 Juni.
Ia pun mengimbau kepada pihak Kejagung tidak membuat opini dan fitnah yang membuat gaduh masyarakat. Padahal, kata dia, penelusuran akun investasi bitcoin sebenarnya mudah dilakukan apalagi atas permintaan penegak hukum.
"Investasi bitcoin sangat mudah ditelusuri, siapa yang berinvestasi, akunnya apa, dari rekening mana dan uangnya lari kemana. Sehingga lebih baik Kejaksaan Agung membuka saja datanya ke masyarakat, siapa yang sebenarnya berinvestasi di bitcoin," kata dia.
Menurutnya, kejaksaan cenderung menggiring opini masyarakat dan tidak adil dengan tak menyebut secara jelas nama-nama tersangka yang berinvestasi bitcoin.
"Ketimbang hanya menyebutnya dengan istilah para tersangka, sehingga menggiring opini seakan-akan klien kami yang berinvestasi di bitcoin, walaupun investasi tersebut bukanlah haram. Apalagi sampai dikatakan mengosongkan akun," kata Kresna.
BACA JUGA:
"Dengan hanya menyebut tersangka atau para tersangka, kejagung menggiring opini publik dan fitnah, sebagaimana saya sampaikan di atas, sangat mudah menelusuri akun bitcoin, apalagi kejagung punya wewenang. Sekali lagi kami tegaskan klien kami tidak pernah berinvestasi di bitcoin," tegasnya.
Terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan bahwa pihak Kejagung seharusnya membuktikan terlebih dahulu adanya kerugian negara akibat investasi bitcoin sebelum menyampaikan ke publik.
"Mau bitcoin, mau perbuatan apa saja tidak masalah, yang penting ada pembuktian bahwa tindakan mereka merugikan negara," ujar Fickar.
Namun, lanjutnya, kejaksaan dalam kiprahnya tidak boleh berasumsi dan menebak-nebak, karena fungsi kejaksaan di seluruh dunia itu sebagai penuntut umum.
"Karena itulah seorang jaksa ataupun institusinya diharamkan berasumsi, dan mengeluarkan pernyataan yang didasarkan perkiraan atau opini," ujarnya.
Pernyataan kejaksaan pun harus didasarkan pada bukti-bukti yang ada.
"Jika masih berasumsi, maka kejaksaan akan terjebak menjadi lembaga penuntutan yang otoriter dan ini akan mempengaruhi keabsahan hasil-hasil kerjanya. Kejaksaan bekerja harus base on fakta," kata Fickar.