OJK Klaim Kondisi Perbankan Terjaga Namun tak Tampik Potensi Risiko di Depan Mata
OJK. (Foto: Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Teguh Supangkat mengatakan secara umum kondisi lembaga jasa keuangan, utamanya perbankan, dalam keadaan yang cukup terjaga dengan baik. Meski demikian, dirinya tidak menampik bahwa terdapat potensi risiko nyata dalam masa pandemi saat ini.

“Perbankan saat ini kondisinya bagus dan dapat dilihat dari pertumbuhan DPK (dana pihak ketiga) yang positif,” ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan oleh Indonesia Banking School, Jumat, 30 April.

Teguh menambahkan, walaupun dari aspek likuiditas menunjukan sinyal kepastian namun hal tersebut membawa tekanan tersendiri bagi bank karena harus memberikan return kepada pemilik dana dalam bentuk bunga dan imbal hasil. Di sisi lain, kinerja intermediasi masih tertahan.

“Tantangan lain yang kini dihadapi bank adalah bagaimana mendorong dana tersebut bisa disalurkan ke masyarakat dalam bentuk kredit, sehingga fungsi intermediasi perbankan bisa berjalan sebagaimana mestinya,” tutur dia.

Berdasarkan data yang dilansir oleh OJK, kredit pada Maret 2021 tercatat tumbuh Rp77,3 triliun secara month-to-month (m-t-m). Angka ini memang jadi pertumbuhan tertinggi dalam 11 bulan terakhir, walaupun secara year-on-year masih masih dalam tren landai dengan kontraksi 3,77 persen.

Secara sektoral, kredit sektor pengolahan dan sektor perdagangan meningkat signifikan masing-masing Rp22,02 triliun m-t-m dan Rp16,40 triliun m-t-m.

“Upaya kami di OJK terus membangun sinergi dengan semua pemangku kepentingan, yaitu otoritas moneter (Bank Indonesia), otoritas fiskal (Kementerian Keuangan), serta LPS (Lembaga Penjamin Simpanan),” imbuhnya.

Adapun, salah satu kebijakan penting yang dirilis dari kolaborasi empat lembaga itu adalah penetapan suku bunga acuan yang cukup landai dengan maksud memberikan ruang ekspansi kepada perbankan dalam menyalurkan kredit dan juga pembiayaan.

VOI mencatat, bank sentral terus melanjutkan tren interest rendah dengan penetapan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen. Level ini merupakan margin terendah sepanjang sejarah yang pernah ditetapkan oleh otoritas moneter.

Arahan BI kemudian ditransmisikan oleh pelaku usaha bank melalui penyesuaian bunga kredit walaupun dalam rate yang cukup terbatas.

OJK mencatat, suku bunga kredit sektor konsumsi turun dari 10,95 persen (Desember 2020) menjadi 10,90 persen pada Maret 2021.

Pada posisi yang sama kredit modal kerja turun dari 9,27 persen menjadi 9,12 persen. Kredit investasi turun dari 8,83 persen menjadi 8,73 persen.

Sementara untuk sisi likuiditas, otoritas mengklaim perbankan menggenggam setidaknya p2.218 triliun per Januari 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1.241 triliun.

“Kami yakin perbankan akan tetap kuat dan terus membaik dari sisi kinerja sejalan dengan program vaksinasi yang terus bergulir dan berbagai kebijkana relaksasi,” tutup Teguh.