Tantangan Sektor Industri Makanan dan Minuman: Pengolahan Masih Terkonsentrasi di Pulau Jawa
Ilustrasi. (Foto: Dok. Kemenperin)

Bagikan:

JAKARTA - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyebut bahwa saat ini industri pengolahan di sektor makanan dan minuman masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hal ini menjadi tantangan bagi sektor makanan dan minuman. Sebab, bahan baku lebih banyak tersebar di pulau-pulau lain di luar Jawa.

Pengurus GAPMMI Bidang Kerjasama Luar Negeri Iwan Winardi mengatakan banyak keluhan yang disampaikan dari berbagai pelaku usaha seperti di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan terkait dengan kesenjangan industri pengolahan. 

"Teman-teman dari Sumatera mengeluhkan, ada bahan-bahan baik kopi, ikan dan seterusnya, tetapi hampir 52 persen itu (pengolahannya) terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sementara potensi lainnya baik di Sulawesi, Kalimantan, Papua ini masih di bawah 10 persen," katanya dalam acara konferensi pers 500K Eksportir Baru, Senin, 19 April.

Menurut Iwan, tidak meratanya penyebaran industri pengolahan menjadi tantangan ke depan. Mulai dari bagaimana mendistribusikan berbagai produk yang ada di berbagai wilayah ke wilayah lainnya, sekaligus juga bagaimana membangun infrastruktur pengolahan yang merata di berbagai wilayah.

"Jadi infrastruktur untuk pengolahan FnB ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ini yang menjadi tantangan men-sharing-kan bahan baku yang tumbuh di semua area di semua pulau termasuk mendistribusikannya," ujarnya.

Pemerataan infrastruktur ini, kata Iwan, harus segera dibangun. Sebab, diperkirakan dalam 25 tahun yang akan datang pendapatan per kapita Indonesia akan tumbuh 60 kali lipat dari saat ini. Dengan demikian, market juga akan tumbuh 60 kali lipat dari yang ada sekarang.

Karena itu, menurut Iwan, industri makanan dan minuman (mamin) membutuhkan infrastuktur yang mampu mendorong barang konsumsi dapat didistribusikan secara berkelanjutan.

"Growth per kapita 25 tahun yang akan datang diperkirakan akan lompat sangat banyak hampir 60 kali. Maka market itu akan tumbuh dalam 25 tahun sebanyak 60 size market yang ada secara domestik," ucapnya.

Lebih lanjut, Iwan menuturkan, industri mamin harus terus optimis menghadapi masa-masa yang akan datang, meskipun saat ini mengalami pertumbuhan yang negatif akibat pandemi COVID-19.

"Consumption growth itu akibat pandemi mengalami penurunan, kita tumbuh minus, tetapi situasi ini mungkin 100 tahun sekali terjadi. Kita harus selalu positif situasi ini akan berakhir," tuturnya.