Bagikan:

JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memberikan beberapa catatan yang harus diperhatikan pemerintah sebelum membangun Silicon Valley ala Indonesia yang bernama Bukit Algoritma di Sukabumi. Apalagi jika ingin serupa dengan Silicon Valley di California, Amerika Serikat.

Direktur Program Indef Esther Sri Astuti mengatakan Silicon Valley ala Indonesia harus memiliki beberapa indikator jika ingin sukses. Kata dia, indikator tersebut perlu dibangun untuk menjadikan Bukit Algoritma sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) yang mampu menarik minat investor.

"Indikatornya apa Silicon Valley atau Bukit Algoritma ini berhasil atau tidak? Kalau suatu kawasan khusus tersebut bisa menarik brand-brand yang kuat, industri yang lain pasti akan mengikuti itu, yang pertama itu indikator suksesnya," katanya dalam diskusi virtual, Kamis, 15 April.

Menurut Esther, untuk mewujudkan peluang High Tech Zone sebagai KEK yang mampu mendongkrak ekonomi, diperlukan adanya struktur ekologi dan daya platform yang mendukung adanya kolaborasi antara industry, university, dan research.

"Kawasan special economic zone tersebut bisa men-drive up produktivitasnya. Salah satunya kolaborasi seperti yang saya lihat di Penang. Itu ada satu kolaborasi antara industri, pemerintah  dan universitas. Mereka mendirikan yang namanya training center," tutur dia.

Lebih lanjut, Esther mengatakan indikator yang kedua adalah special economic zone itu harus bisa menyerap lapangan kerja lebih banyak dari Indonesia. Namun, kualitas tenaga kerja yang dimiliki harus sesuai dengan industri yang ada di sana. Sehingga, diperlukan adanya investasi pada pendidikan, pelatihan dan pengembangan keterampilan.

Terakhir, Silicon Valley dapat dikatakan sukses ketika special economic zone itu punya kontribusi yang lebih besar terhadap produk domestik bruto (PDB). Poin ini menjadi indikator dasar atas kesuksesan kinerja Bukit Algoritma nantinya.

"Intinya kalau teknologi, kemudian modal dan tenaga kerja itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi itu adalah in general bisa dikatakan bahwa special economic zone, khususnya di kawasan industri yang menggunakan hi-tech ini bisa sukses," kata dia.

Esther mengatakan jika semua indikator ini bisa dilakukan maka adanya pembangunan Silicon Valley di Indonesia Sukabumi itu akan berdampak positif bagi ekonomi Indonesia.

Sekadar informasi, Silicon Valley merupakan sebutan untuk wilayah di Santa Clara Valley yang berada di selatan Bay Area, San Fransisco, California, Amerika Serikat (AS). Tempat bagi banyak markas perusahaan teknologi raksasa dunia. 

Melihat kesuksesan Silicon Valley, tak sedikit negara-negara di dunia berlomba-lomba untuk menduplikasi pusat teknologi tersebut. Salah satunya di kota Shenzen, Beijing, China yang dikenal sebagai markas pusat Huawei dan Xiaomi.

Di Indonesia sendiri, duplikat Silicon Valley memang sempat mengemuka. Beberapa lokasi yang sempat digadang-gadang jadi Silicon Valley Indonesia antara lain Malang, Yogyakarta, BSD Serpong, hingga Batam. 

Terbaru, muncul Bukit Algoritma Sukabumi yang dikembangkan perusahaan BUMN konstruksi, PT Amarta Karya (Persero). Silicon Valley Indonesia atau Bukit Algoritma sendiri akan dikelolah oleh Kiniku Bintang Raya KSO dan PT Bintang Raya Lokalestari.

Pembangunan Silicon Valley ala Indonesia ini diperkirakan menelan dana hingga 1 miliar Euro atau setara Rp18 triliun.

"Kawasan ini akan menjadi salah satu pusat untuk pengembangan inovasi dan teknologi tahap lanjut, seperti misal kecerdasan buatan, robotik, drone (pesawat nirawak), hingga panel surya untuk energi yang bersih dan ramah lingkungan," kata Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero), Nikolas Agung. 

Lahan seluas 888 hektar di Cikidang dan Cibadak, Sukabumi dipilih sebagai lokasi Bukit Algoritma. Pengembangan tahap awal diperkirakan memakan waktu selama tiga tahun. 

Bukit Algoritma diharapkan dapat menjadi pusat penelitan dan pengembangan teknologi, serta pusat pengembangan sumber daya manusia di masa depan. Secara khusus pengembangan teknologi dan industri 4.0.