JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ungkapkan Pertumbuhan ekonomi Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang kian kompleks seperti pelemahan daya beli hingga high cost of economy.
Ketua Apindo Shinta W Kamdani menyampaikan Indonesia saat ini mengalami tantangan signifikan dalam peningkatan daya beli masyarakat jelang tahun 2025 akibat deflasi yang terjadi berturut-turut sejak Mei hingga September 2024.
Menurut Shinta, besarnya penurunan jumlah penduduk kelas menengah yang semakin besar, dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024, di mana kelas menengah Indonesia berperan penting dalam mendongkrak konsumsi nasional.
"Hal ini akan diperparah dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025," jelasnya dalam konferensi pers, Kamis, 19 Desember.
Selain itu, Shinta menyampaikan high cost of economy masih menjadi tantangan struktural yang menghambat daya saing Indonesia dengan masih tingginya biaya logistik, energi, tenaga kerja, dan pinjaman.
Kata Shinta, hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan biaya berusaha tertinggi di ASEAN-5.
Adapun biaya logistik, mencapai 23,5 persen dari PDB, jauh lebih tidak efisien dibandingkan Malaysia sebesar 12,5 persen dan Singapura sekitar 8 persen.
Di sisi lain, Shinta menyampaikan inkonsistensi kebijakan ketenagakerjaan juga dinilai berpotensi mengancam stabilitas investasi dan lapangan kerja di Indonesia.
"Dengan pergantian regulasi ketenagakerjaan dan kebijakan pengupahan yang kurang transparan seperti penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 yang dinaikkan sebesar 6,5 persen tanpa kejelasan dasar perhitungannya," jelasnya.
BACA JUGA:
Menurut Shinta, dominasi sektor informal dan rendahnya produktivitas juga berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi, di mana jumlah sektor informal mencapai 59,17 persen pada 2024, meningkat dari 55,88 persen pada 2019.
"Apindo mendorong pemerintah untuk fokus pada upaya penyediaan lapangan kerja formal yang berkualitas di tengah dominasi sektor informal dalam struktur tenaga kerja," tuturnya.