JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III-2024 yang tercatat surplus 5,87 miliar dolar AS, berbalik dari defisit 0,56 miliar dolar amerika serikat (AS) pada kuartal II-2024, didorong oleh penurunan defisit transaksi berjalan (CAD) dari 0,95 persen menjadi 0,60 persen terhadap PDB.
"Penurunan ini sebagian besar berasal dari penurunan defisit pada neraca jasa dan pendapatan primer," ujarnya dalam keterangannya, Senin, 25 November.
Selain itu, surplus NPI juga ditopang oleh kenaikan surplus transaksi finansial yang melonjak dari 3,19 miliar dolar AS pada kuartal II menjadi 9,55 miliar dolar AS pada kuartal III, didukung oleh lonjakan investasi portofolio dan langsung.
Menurut Josua faktor pendorong dari penurunan defisit transaksi berjalan adalah peningkatan kunjungan wisatawan asing sebesar 15 persen (qoq), yang mempersempit defisit jasa perjalanan.
Sementara itu, kenaikan surplus transaksi finansial ditopang oleh sentimen positif global terhadap instrumen portofolio Indonesia seperti SRBI, yang menarik arus modal masuk signifikan.
Josua menyampaikan surplus neraca barang diperkirakan menyempit karena pertumbuhan impor yang lebih cepat dibanding ekspor.
Namun, Josua melihat penurunan defisit pendapatan primer dan jasa dapat membantu menjaga CAD tetap terkendali.
Sementara itu, meskipun surplus transaksi finansial diproyeksikan tetap positif, terdapat risiko moderasi arus masuk portofolio karena potensi risiko global pasca-kemenangan Trump.
Josua menyampaikan beberapa faktor risiko yang mempengaruhi antara lain normalisasi harga komoditas global dapat melemahkan ekspor. Selain itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan proteksionisme dapat memengaruhi perdagangan internasional.
Sebab itu, Josua menyampaikan upaya yang perlu dilakukan BI antara lain dengan mengoptimalkan instrumen seperti SRBI untuk menarik arus modal masuk dan menstabilkan pasar valas.
Selain itu, BI juga dapat mengoptimalkan kebijakan makroprudensial untuk mendukung kredit di sektor strategis seperti manufaktur dan pariwisata.
Sementara dari sisi pemerintah, Josua menyampaikan pemerintah perlu mendorong untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas mentah dengan mendorong ekspor bernilai tambah.
Selain itu, dalam rangka mendorong peningkatan FDI, pemerintah dapat memberikan insentif untuk investasi asing langsung di sektor prioritas.
"Pengaruh kemenangan Trump terhadap kinerja NPI dapat memicu risiko global dimana terdapat potensi Trade War 2.0 yang dapat memperburuk kondisi perdagangan internasional, melemahkan permintaan ekspor Indonesia," jelasnya.
Dari sisi investasi portofolio, Josua menyampaikan sentimen risk-off dapat mendorong arus keluar modal dari pasar berkembang seperti Indonesia dan kebijakan proteksionisme Trump dapat menghambat pelonggaran suku bunga global, menekan arus masuk investasi portofolio.
"Meskipun surplus keseluruhan NPI diproyeksikan menurun, likuiditas cadangan devisa tetap kuat, mendukung stabilitas eksternal," tuturnya
Lebih lanjut, Josua menyampaikan, di tengah kondisi tersebut, masih terdapat tantangan yang masih harus dihadapi ke depannya antara lain ketergantungan pada arus masuk portofolio yang rentan terhadap sentimen global.
BACA JUGA:
Serta terdapat risiko tekanan dari harga komoditas yang lebih rendah dan proteksionisme global.
"Jadi secara keseluruhan, meskipun surplus NPI pada kuartal III-2024 menunjukkan pemulihan, keberlanjutannya hingga akhir tahun akan bergantung pada mitigasi risiko eksternal dan upaya internal untuk meningkatkan daya saing ekspor serta stabilitas finansial domestik," pungkasnya.