Bagikan:

JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Sudarsono Soedomo mengungkapkan ada nilai tambah bagi masyarakat yang timbul akibat lubang galian tambang dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp271 triliun.

Pasalnya, dalam beberapa kasus, masyarakat area sekitar yang justru meminta galian tambang tetap ada karena menyediakan air.

"Lubang tambang akibat reklamasi tidak bisa hanya dianggap menjadi sebuah kerugian bagi masyarakat. Bahkan, masyarakat melalui pemerintah daerah diminta tetap membiarkan seperti itu."

"Namun, kemudian disediakan pompa supaya bisa menjadi sumber air minum buat masyarakat," ujar Sudarsono dalam keterangannya, Sabtu, 23 November 2024.

Sudarsono menyatakan bahwa kerugian yang muncul tidak serta-merta berakibat negatif. Ada sisi lain yang berpotensi bahkan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat sekitar.

"Oke, jadi saya ambil dua jasa lingkungan. Penyimpanan air dan biodiversity. Kami lihat jasa lingkungannya."

"Nah, ketika dia masih hutan, nilai jasa penyimpanan airnya itu ada. Saya nggak tau berapa, (pasti) ada. Kemudian, biodiversity juga ada," ucap dia.

"Kemudian, setelah ini diubah menjadi tambang dan ada void (lubang), kami lihat lagi penyimpanan air dan biodiversity. Bisa jadi biodiversity-nya 0, keanekaragaman 0," tuturnya lagi.

Menurut Sudarsono, selama ini belum ada pihak yang menghitung dampak kebermanfaatan yang diperoleh masyarakat.

Artinya, pada saat diminta melakukan penghitungan kerugian lingkungan, berarti juga harus menilai bagaimana dampak akhir itu punya nilai manfaat terhadap masyarakat, baik itu dari sisi wisata atau nilai manfaat lainnya.

"Ahli tidak bisa hanya menghitung kerugian tanpa melihat dampak positifnya," kata Sudarsono.

Sudarsono menilai ahli tidak bisa hanya mengukur dampak kerugian dari satu sisi saja, tetapi harus ditanyakan kembali kepada masyarakat setempat.

"Betul, jadi yang menilai itu masyarakat. Yang menilai komplain itu adalah refleksi masyarakat, bukan refleksi dari ahli."

"Ahli itu hanya menggunakan metode benar untuk mengganti apa yang dirasakan oleh masyarakat, itu sebetulnya," tutur dia.

"Oh, menurut saya segini, ahli itu bukan seperti itu fungsinya! Ahli itu menggali berapa nilainya ini. Ya, kami tanya ke masyarakat itu. Bukan saya yang terus memberikan nilai, ahli itu enggak bisa!" ujarnya.

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Prof. Bambang Hero Saharjo mengungkapkan total kerugian akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan pada perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 mencapai Rp271 triliun.

Bambang mengatakan nilai kerugian Rp271,06 triliun itu merupakan penghitungan kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan.

"Kalau semua digabungkan kawasan hutan dan nonkawasan hutan, total kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp271.069.688.018.700," ujar Bambang dalam konferensi pers di Jakarta beberapa waktu lalu.