Bagikan:

JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University Erliza Hambali mengatakan Indonesia harus memaksimalkan nilai tambah dari hilirisasi kelapa sawit agar mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

"Sebagai penghasil minyak sawit terbesar di dunia sudah sepantasnya nilai tambahnya itu ada di Indonesia bukan di negara lain," kata Prof. Erliza Hambali di Padang, Sumatera Barat, dikutip dari Antara, Kamis 4 Juli.

Oleh karena itu, sambung dia, jika saat ini Indonesia baru berhasil membuat 100 jenis produk dari hilirisasi kelapa sawit, ke depannya diharapkan mampu membuat lebih dari 500 jenis produk.

Untuk mewujudkan produk-produk dari hilirisasi kelapa sawit, IPB University menyarankan pentingnya kolaborasi dan kerja sama dengan berbagai pihak terutama perguruan tinggi di provinsi yang menghasilkan kelapa sawit.

Berdasarkan catatan IPB University terdapat 26 provinsi di tanah air sebagai daerah penghasil kelapa sawit di mana 22 di antaranya masuk kategori penghasil terbesar.

"Jadi, kalau dosen, peneliti, mahasiswa dan pihak lainnya ikut memikirkan dan mencari satu juta kebaikan sawit maka tujuan menciptakan produk hilirisasi tadi bisa terwujud," ujarnya.

Khusus IPB University, sambung dia, perguruan tinggi itu telah banyak melakukan riset terkait kelapa sawit di antaranya pembuatan surfaktan dari minyak sawit.

Sementara itu, Wakil Rektor IV Universitas Andalas Bidang Perencanaan, Riset, Inovasi dan Kerja Sama Henmaidi mengatakan sebuah riset yang dilakukan perguruan tinggi ditujukan untuk menyelesaikan berbagai persoalan di masyarakat.

"Jadi riset yang dilakukan perguruan tinggi itu untuk memberikan kemanfaatan kepada masyarakat," ujar dia.

Perguruan tinggi tertua di luar Pulau Jawa tersebut juga berhasil menciptakan sebuah alat untuk pendeteksi kematangan buah kelapa sawit.

Sensor ini dapat membantu petani dalam menentukan tingkat kematangan buah sawit yang lebih akurat, dan tepat waktu sehingga dapat mengoptimalkan waktu panen dan pengolahannya.