Bagikan:

JAKARTA - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto meminta izin Komisi XII DPR RI untuk memberikan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) secara otomatis kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di bidang minyak dan gas bumi.

Pasalnya, proses penerbitan izin lingkungan seperti Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) terbilang cukup lambat

"Kami berharap ada terobosan baru, misalnya setiap kegiatan hulu migas otomatis mendapatkan AMDAL. Kecuali ada hal-hal yang mencemari lingkungan, maka otomatis akan dilakukan denda," ujar Djoko yang dikutip Selasa 19 November.

Dengan pemberian izin secara otomatis tersebut, Djoko menilai hal ini akan sangat mempermudah pelaku usaha di bidang minyak dan gas bumi untuk mempercepat proses menuju eksplorasi. Meski diberikan otomatis, Djoko bilang, KKKS akan langsung diberikan denda apabila menimbulkan pencemaran.

"Ini akan sangat membantu kalau kegiatan hulu migas langsung diberikan otomatis izin AMDAL. Apabila terjadi pencemaran, langsung dikenakan denda, ini akan lebih sangat membantu sekali," imbuh dia.

Eks Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) ini bilang, pemberian izin AMDAL perlu dilakukan secara otomatis lantarn perizinan soal lingkungan menyebut butuh waktu 5-24 bulan atau 2 tahun untuk menerbitkan izin UKL-UPL maupun izin AMDAL.

Djoko juga mengharapkan proses pengurusan izin sudah bisa menggunakan tanda tangan digital atau e-sign, standardisasi format kelengkapan dokumen, hingga flow dan tata cara pemeriksaan.

"Kami berharap adanya persetujuan melalui e-sign dan bersifat otomatis via OSS atau Amdalnet," tandas Djoko.

Hal ini sejalan dengan misi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang ingin melakukan reformasi regulasi.

Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa penyederhanaan regulasi di sektor energi menjadi prioritas dalam rangka mempercepat investasi, terutama dalam 100 hari pertama masa kepemimpinannya. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah tumpang tindih perizinan, yang selama ini menghambat kelancaran investasi. Contohnya pada sektor eksplorasi migas, Bahlil menyoroti masih adanya lebih dari 100 izin yang harus dipenuhi, yang membuat proses eksplorasi menjadi lambat dan kurang efisien.

"Bayangkan kita mau eksplorasi saja, izinnya sekarang masih ada 100 lebih, 129 kalau tidak salah. Sebenarnya izin ini sudah bagus, tapi kita Service Level Agreement-nya yang kurang, kecepatannya. Nah ini saya lagi cari akalnya," ungkap Bahlil, Senin 21 Oktober.