Bagikan:

JAKARTA - Nota keberatan pribadi terdakwa kasus PT Asuransi Jiwasraya (AJS), Piter Rasiman bocor dan sempat viral pada Minggu 4 April 2021. Tak diketahui siapa yang membocorkan nota keberatan yang sedianya baru akan disampaikan pada persidangan Senin 5 April 2021 di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. 

Dalam nota keberatannya, Piter menyebutkan, bahwa segala bentuk transaksi yang dilakukannya selalu dalam koridor hukum sebagaimana yang diatur dalam berbagai Peraturan Pasar Modal.

"Terbukti hingga saat ini saya sama sekali tidak pernah menerima sanksi dari Bursa Efek Indonesia (BEI), OJK ataupun lembaga lainnya yang terkait. Jika ada kesalahan dalam melakukan transaksi yang saya lakukan, tentunya menjadi ranah permasalahan Hukum Pasar Modal, sebagaimana dalil Jaksa Penuntut Umum yang lebih banyak menguraikan peraturan di bidang Pasar Modal," kata dia.

Ia menjelaskan, terdapat 117 emiten dalam portofolio PT AJS yang disebutkan dibeli Piter dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum. Namun tidak diuraikan sama sekali saham mana yang dibeli atau nominee darinya.

Surat dakwaan tersebut juga tidak menguraikan dari mana masing-masing saham tersebut didapat.

"Jadi sungguh tidak masuk akal jika dikatakan seluruh saham tersebut dikatakan dibeli dari saya atau nominee saya. Apa buktinya? Apakah ada aliran uangnya ke saya atau nominee saya? Kalau dikatakan seluruh saham tersebut dibeli dari saya, tentu saya sudah masuk dalam 20 besar orang terkaya di Indonesia," ujarnya.

Disebutkan pula dalam dakwaan JPU bahwa PT AJS mengalami kerugian sebesar Rp16 triliun lebih. Namun sekali lagi JPU tidak dapat membuktikan bahwa uang tersebut mengalir kepada Piter Rasimen.

Padahal, kata dia, sampai saat ini PT AJS masih memiliki saham-saham tersebut. Saham-saham masih memiliki nilai bahkan harganya cenderung naik saat ini. Sehingga apabila ada penurunan nilai, tentu masih bersifat unrealized loss atau potential loss sepanjang saham tersebut belum dijual loss, namun malah dianggap sudah merugikan negara.

Kini banyak ahli pasar modal sampai Ketua BEI sudah mulai ‘berteriak’ melalui berbagai media massa, menyebutkan bahwa unrealized loss bukanlah kerugian. Karena kerugian baru akan terjadi apabila saham tersebut sudah dijual dengan nilai lebih rendah dari perolehannya. Maka sepanjang belum dijual maka belum dapat dikatakan sebagai kerugian mengingat saham-saham tersebut masih memilik potensi untuk naik lagi nilainya. 

"Begitu juga yang terjadi dalam perkara PT AJS ini, yaitu PT AJS BELUM mengalami kerugian karena saham-saham tersebut masih dimiliki," ujarnya.

Ia menuliskan, bahwa kegemaran Kejaksaan Agung melakukan proses penyidikan akhir-akhir ini terhadap beberapa perusahaan BUMN yang juga menyeret banyak investor pasar modal sangat meresahkan dan pada akhirnya akan merusak bursa efek, sehingga terjadi kepanikan di masyarakat.

"Saya sangat khawatir proses penegakan hukum telah membuat para investor takut untuk melakukan investasi, utamanya berinvestasi pada perusahaan BUMN. Dan akan muncul stigma bahwa apabila membeli saham perusahaan BUMN dapat terseret kasus korupsi karena dianggap telah merugikan negara," ujarnya.

Berdasarkan pengamatannya, PT. AJS dinyatakan mulai mengalami gagal bayar pada bulan Oktober 2018, yaitu saat nilai investasi PT AJS masih sangat bagus dan sebenarnya masih bisa digunakan untuk membayar klaim. Kemudian apabila mencermati pergerakan harga saham-saham milik PT. AJS tersebut pada akhir tahun 2020 atau awal tahun 2021, sebagian besar saham telah mengalami kenaikan nilai secara pesat.

"Bahkan akan sangat menguntungkan apabila dijual, lalu mengapa direksi belum juga tidak menggunakan kesempatan tersebut untuk membayar para nasabah? Ada apa? Yang patut digarisbawahi, kenaikan harga saham yang dimiliki PT AJS semakin menunjukkan bahwa PT AJS tidak bisa dikatakan mengalami kerugian mengingat pergerakan nilai saham yang terus naik," jelasnya.

Tindakan Kejaksaan Agung yang secara brutal menyatakan adanya tindak pidana korupsi pada PT AJS yang disertai dengan melakukan suspend serta menyita saham-saham dalam portofolio PT AJS, justru semakin menyebabkan kerugian pada masyarakat/nasabah PT AJS.

"Jadi sekali lagi saya harus sampaikan bahwa Kejaksaan Agunglah yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian yang diderita para nasabah PT AJS. karena saham-saham telah disita dan di-suspend sehingga PT AJS tidak dapat menjual saham-sahamnya," pungkasnya.