JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ungkapkan sistem perpajakan internasional saat ini sedang menghadapi dua tantangan utama, yaitu digitalisasi ekonomi dan persaingan tarif pajak yang cukup agresif.
Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono menyampaikan pesatnya perkembangan teknologi digital memudahkan perusahaan multinasional beroperasi secara lintas negara dan memungkinkan mereka mendapatkan penghasilan yang signifikan tanpa harus hadir secara fisik di negara pasar.
"Selain digitalisasi ekonomi, tantangan perpajakan internasional juga terjadi dengan adanya kompetisi tarif pajak yang kemudian mendorong terjadinya praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS)," ujarnya dalam International Tax Forum (ITF), Selasa, 24 September.
Untuk mengatasi hal tersebut, Thomas menyampaikan negara-negara yang tergabung dalam Inclusive Framework (IF) on BEPS menyepakati solusi Pilar 2, yang terdiri dari ketentuan Pajak Minimum Global dan Subject to Tax Rules (STTR).
Adapun, Pajak Minimum Global telah diterapkan di lebih dari 40 negara di dunia, seperti: Vietnam, Australia, Jepang. Korea, Uni Eropa, dan beberapa negara lainnya. Indonesia juga berencana menerapkan ketentuan Pajak Minimum Global dalam ketentuan domestik.
Sementara itu terkait STTR, Thomas menyampaikan Indonesia bersama dengan beberapa negara atau yurisdiksi lainnya telah melakukan penandatanganan Multilateral Instrument (MLI) STTR pada tanggal 19 September 2024.
Menurut Thomas hal tersebut memberikan sinyal bahwa negara-negara di dunia menilai pentingnya solusi Pilar 2.
“Penerapan Pilar 2 bukan lagi merupakan pilihan bagi Indonesia. Bila Indonesia tidak menerapkan pilar 2, maka potensi pajak akan diambil negara lain. Ini sama saja mensubsidi negara lain," ujarnya.
Oleh karena itu, Thomas menyampaikan penyelarasan kebijakan pajak domestik dengan kerangka kerja perpajakan internasional sangat berperan dalam menciptakan iklim bisnis serta investasi yang lebih adil dan transparan dalam kerja sama ekonomi global.
Selain itu, Thomas mengatakan iklim investasi yang baik serta fiskal yang sehat tentunya berperan penting penting dalam mendukung agenda pembangunan nasional yang berkelanjutan.
BACA JUGA:
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan saat ini, perekonomian dunia masih menghadapi tantangan kompleks pascapandemi COVID-19 yang dipengaruhi oleh krisis geopolitik, perubahan iklim, dan dinamika demografi masyarakat global.
Menurut Febrio untuk tetap menjaga kesinambungan fiskal dalam mencapai target pembangunan nasional secara prudent, setiap negara perlu memahami potensi optimal dari ruang fiskal perpajakannya, dengan turut memperhitungkan kebutuhan dukungan kepada perekonomian dalam bentuk insentif perpajakan.
"Beberapa negara, termasuk Indonesia, mendokumentasikan pemberian insentif perpajakan dan mempublikasikannya dalam bentuk laporan belanja perpajakan," tuturnya.
Febrio menyampaikan melalui upaya kolaboratif, dapat dikembangkan lewat rekomendasi kebijakan yang robust dan berkelanjutan untuk menavigasi kompleksitas isu dalam perpajakan internasional serta mampu mendorong Indonesia menuju sistem perpajakan global yang lebih adil dan efisien.