Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar menyetujui usulan pembubaran Kementerian BUMN yang baru-baru ini digaungkan oleh eks politikus Nasdem Akbar Faizal.

Pria yang akrab disapa Cak Imin itu bahkan mendorong Akbar untuk menggelar diskusi lebih lanjut.

"Setuju, dimulai diskusi matang dari podcastmu," kata Muhaimin menanggapi cuitan Akbar melalui media sosial X (dulunya Twitter), Selasa, 17 September.

Tanggapan positif Cak Imin terhadap usulan Akbar tersebut menunjukkan dirinya tetap membawa gagasan besar yang diusung saat maju sebagai calon wakil presiden bersama Anies Baswedan pada Pilpres 2024 kemarin.

Saat itu, gagasan untuk membubarkan Kementerian BUMN ini sempat dilontarkan oleh tim pakar pasangan Anies–Muhaimin dan sempat menimbulkan perdebatan di ruang publik.

Akbar dalam cuitannya menyampaikan pesan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk membubarkan Kementerian BUMN karena menurutnya hanya menjadi beban politik nasional.

Bahkan, ia menilai, ideologi ekonomi BUMN telah melenceng dari amanat konstitusi.

"Yth Pak @prabowo, realitasnya @KemenBUMN hanya menjadi beban politik nasional. Keributan serta kerumitan ekonomi dan politik rutin datang dari kerja-kerja kementerian ini. Ideologi ekonominya juga melenceng jauh sebab BUMN malah berbisnis dengan rakyat. Mungkin perlu Bapak pikirkan opsi pembubaran kementerian ini. Manfaat awal, takkan ada lagi pertengkaran relawan dan timses jadi direksi dan komisaris. Saya yakin itu akan membantu Bapak fokus pada prioritas lain," tulis Akbar.

Cuitan tersebut pun ditanggapi secara positif oleh warganet. Salah satunya akun Wicaksono J, yang menilai kementrian BUMN lebih memberi beban masalah daripada jadi maslahat.

"Pak Prabowo ini saran yang baik, Kementrian BUMN lebih memberi beban masalah daripada jadi maslahat, apalagi jika: bukannya mengatur dan mengaransemen BUMN supaya mendapat untung lalu berkontribusi kepada pendapatan negara lalu peranannya malah lebih kepada menjadi makelar jabatan untuk para boneka politik lalu bayarin pengeluaran pejabat tinggi negara," tulis Wicaksono.