JAKARTA - Anggota Dewan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (DMETI) Riki Firmandha Ibrahim menilai pembahasan skema power wheeling pada Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) berpotensi untuk menaikkan tarif dasar listrik.
"Dalam pembahasan RUU EBET masih terdapat indikasi kuat yang memaksakan skema power wheeling masuk ke dalam RUU ini. Hal ini bakal berisiko mengerek tarif dasar listrik dan memperbesar anggaran subsidi yang diberikan oleh negara,” katanya di Jakarta, dikutip dari Antara, Minggu 8 September.
Riki yang juga mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) itu menjelaskan masuknya power wheeling berisiko membuat harga listrik energi terbarukan menjadi berbeda dengan harga listrik yang sudah ditetapkan pemerintah.
"Proses distribusinya pun akan membuat biaya energi makin mahal karena negara akan kesulitan menentukan tarif dasar listrik," katanya dalam keterangannya.
Untuk itu, dia berharap agar RUU EBET lebih fokus pada insentif yang diberikan kepada pengembang energi baru terbarukan, bukan malah melegitimasi liberalisasi sistem ketenagalistrikan.
Menurut dia, sebaiknya pembahasan RUU EBET juga berfokus pada bagaimana teknologi energi terbarukan dapat berjalan di Indonesia. “Hal ini sejalan dengan pemberian insentif atas teknologi energi terbarukan tersebut,” katanya.
Dengan kebijakan pemberian insentif tersebut, dia menyatakan keyakinannya manfaat yang dihasilkan akan lebih besar untuk perkembangan atau pembangunan ekonomi melalui GDP, apalagi ke depan ada pajak karbon, ada mengenai pinjaman hijau, dan lain sebagainya.
BACA JUGA:
"Dengan adanya pajak karbon yang dihasilkan dari RUU EBET aturan itu bakal menguntungkan masyarakat. “Bukan malah merugikan masyarakat dengan membebani tarif listrik yang tinggi," katanya.
Dia menegaskan, pembahasan yang memasukkan skema power wheeling ke dalam RUU EBET menjadikannya tidak tepat sasaran, oleh karena itu DPR dan pemerintah harusnya berpihak kepada masyarakat.