Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengkomparasi capaian swasembada pangan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan pencapaian di era Presiden Soeharto, yang sama-sama luar biasa dan mampu memenuhi kecukupan pangan rakyat.

"Swasembada di era pemerintahan sekarang (Presiden Jokowi) itu tiga kali 2017-2019 dan 2020 dan itu tidak ada impor beras medium dengan perbandingan penduduknya 200 juta (jiwa). Artinya apa? upaya kita luar biasa kalau kita mau mengkomparasi dengan tahun 1984. Saya kira kebijakan pangan Pak Harto hebat dan pemerintahan sekarang juga hebat," ujar Mentan dalam keterangan di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu 28 Agustus.

Mentan merujuk pada definisi swasembada yang digunakan oleh Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO).

Berdasarkan ketetapan FAO pada 1999, suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional.

Dia mencontohkan swasembada tahun 1984 impornya 400 ribu ton dengan komparasi penduduk mencapai 100 juta lebih.

Capaian swasembada beras terjadi pada periode pertama Presiden Jokowi yaitu pada tahun 2017 – 2020. Saat itu produksi beras bisa surplus 1,9 juta ton hingga 2,85 juta ton.

Selama pemerintahan Presiden Jokowi, kebijakan anggaran untuk sektor pangan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan petani, baik dalam bentuk sarana pertanian seperti benih dan pupuk, maupun intensifikasi dan mekanisasi dengan penggiatan pemberian bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan).

Kebijakan pemerintah di sektor pertanian tersebut membuat Kementan berhasil mendapat predikat WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Tahun 2016 pertama dalam sejarah pertanian dan itu di era kami dengan teman-teman ini semua mendapat WTP secara berturut-turut hingga tahun berikutnya," ujar Mentan.

Oleh karena itu, Mentan meminta agar ke depan mendapat tambahan anggaran untuk mengakselerasi berbagai program guna mewujudkan swasembada dan juga limbung pangan dunia.

Adapun anggaran tambahan yang diusulkan mencapai kurang lebih Rp68 triliun akan digunakan untuk pengairan, pupuk, benih sampai prasarana lainnya.

"Jadi anggaran Rp68 triliun ini bukan berdiri sendiri, tapi betul-betul holistik dari air sampai pupuk akan kita perhatikan termasuk juga pompa," kata Mentan.

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan Presiden Joko Widodo diagendakan bakal menerima penghargaan Agricola Medal dari Food and Agriculture Organization (FAO).

"Food and Agriculture Organization atau FAO akan memberikan penghargaan Agricola Medal ke Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat ini," kata Arief dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (1/8).

Arief menyampaikan bahwa Agricola Medal merupakan pemberian penghargaan kepada pimpinan negara dalam hal ini presiden sebagai bentuk apresiasi terhadap ketahanan pangan Indonesia.

Penghargaan itu, lanjut Arief, diagendakan bakal diserahkan FAO kepada Presiden RI Joko Widodo pada 30 Agustus 2024.

Arief mengungkapkan, penghargaan dari FAO terakhir diberikan ke Indonesia pada 39 tahun lalu, yakni kepada Presiden Soeharto.

"Nah kita patut berbangga karena Agricola Medal ini diberikan karena Bapak Presiden (Jokowi) tentunya bersama seluruh jajarannya, konsisten memerangi kelaparan dan kemiskinan serta penguatan ketahanan pangan dan gizi masyarakat," lanjutnya.

Lebih lanjut, Arief mengatakan, Agricola Medal merupakan pengakuan FAO atas kontribusi dan komitmen kepada tokoh-tokoh atau kepala negara yang dinilai memiliki upaya besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dukungan luar biasa pada tujuan mendasar FAO dalam mencapai ketahanan pangan universal.