JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menjelaskan pihaknya telah melakukan pendampingan terhadap 3.156 kasus perselisihan hubungan industrial dengan mayoritas terkait pemutusan hubungan kerja (PHK).
"3.156 kasus perselisihan sampai dengan awal Agustus 2024. Dari 3.156 kasus tersebut didominasi oleh perselisihan akibat PHK," ujar Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri ketika dilansir ANTARA, Jumat, 23 Agustus.
Khusus perselisihan terkait PHK, Dirjen PHI dan Jamsos mengatakan, terdapat 2.143 kasus yang ditangani oleh Kemnaker sejauh ini, atau sekitar 70 persen dari pengaduan perselisihan yang diterima pihaknya pada tahun ini.
Dia menjelaskan kebanyakan perselisihan tersebut mencakup beberapa isu termasuk tidak adanya kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja terkait pesangon atau bahkan pesangon tidak dibayarkan.
Banyaknya kasus perselisihan yang dilaporkan itu terjadi ketika jumlah PHK, menurut data Kemnaker, telah mencapai 45.762 kasus sampai dengan 23 Agustus 2024. Mayoritas kasus PHK terjadi di Jawa Tengah, Banten dan Jawa Barat.
Jumlah itu memperlihatkan kenaikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan Indah Anggoro Putri menyebut terdapat sekitar 5.000 kenaikan kasus PHK dibandingkan Agustus 2023.
Beberapa faktor penyebab PHK termasuk ketidakmampuan untuk bersaing dalam situasi saat ini, setelah kondisi para perusahaan itu memburuk ketika masa pandemi COVID-19.
Selain itu, terdapat faktor termasuk situasi geopolitik, kebijakan terkait produk tertentu dan perubahan gaya hidup konsumen.
BACA JUGA:
Kemnaker juga terus memantau situasi tersebut, baik dilakukan oleh pemerintah pusat maupun laporan dari Dinas Ketenagakerjaan.
"Kami selalu pantau baik langsung maupun dari Dinas Tenaga Kerja bahwa keputusan PHK ini adalah keputusan paling akhir," katanya.