JAKARTA - PT Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) menargetkan kapasitas terpasang pembangkit listrik berbasis energi bersih mencapai 6 gigawatt (GW) pada 2029, dua kali lipat dari kapasitas saat ini.
Direktur Manajemen Risiko Pertamina NRE Iin Febrian, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa 20 Agustus, menyebut bahwa Pertamina NRE juga menargetkan pendapatan usaha sebesar 2,1 miliar dolar AS, meningkat lima kali lipat dibandingkan pendapatan saat ini.
Target 6 GW tersebut akan dikontribusikan pada pengembangan produksi berbagai sumber energi bersih, seperti hidrogen, geothermal, gas, solar, angin, dan biomassa.
Hingga 2029, Pertamina NRE berencana meningkatkan kapasitas produksi hidrogen hingga mencapai 77,1 kiloton per tahun, kapasitas produksi baterai 51,5 GWh, dan kapasitas pembangkit listrik berbasis geothermal menjadi 1,4 GW.
Selain itu, perusahaan juga menargetkan peningkatan produksi listrik dari sumber energi gas menjadi 3,8 GW, solar 1,3 GW, angin 58 megawatt (MW), biomassa 33 MW, dan produksi bioethanol 840.000 kiloliter, serta peningkatan penjualan kredit karbon sebesar 19,2 juta ton setara CO2 pada 2029.
Iin mengakui bahwa masih ada beberapa tantangan yang harus diatasi dalam pengembangan energi bersih terbarukan (EBT) di Indonesia, antara lain akses pendanaan, pengembangan teknologi, pendanaan tahap awal, pengembangan kapasitas dan kapabilitas perusahaan dalam mengelola bisnis EBT, dan regulasi yang mendukung.
“Inisiasi ini membutuhkan sumber daya yang besar. Selain itu, beberapa bisnis EBT yang ada saat ini masih dalam tahap awal pengembangan dan menghadapi tantangan dalam menciptakan demand,” ujarnya, dilansir Antara.
Upaya untuk mengembangkan EBT di Indonesia menghadapi tantangan karena hingga saat ini belum ada undang-undang yang spesifik yang mengatur pengembangan energi terbarukan. Padahal pemerintah memiliki target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Capaian EBT pada 2023 baru mencapai 13,09 persen.
BACA JUGA:
Kendati begitu, pemerintah saat ini intensif melakukan pembahasan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan dengan DPR, yang diharapkan menjadi regulasi yang komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan energi EBT yang berkelanjutan dan adil.
Sebelumnya, pemerintah telah meluncurkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan EBT Untuk Penyediaan Tenaga Listrik sebagai salah satu upaya menarik lebih banyak investasi dalam pengembangan energi terbarukan.
Tidak hanya mengatur pemanfaatan energi terbarukan dari segi harga dan mekanisme pengadaan, tetapi juga transisi energi di sektor ketenagalistrikan yang meliputi peta jalan percepatan penghentian PLTU dan pembatasan pembangunan pembangkit baru.