Bagikan:

JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati dalam memberikan informasi data pribadi kepada siapa pun.

"Saat ini permintaan data pribadi dapat menggunakan berbagai macam modus, seperti pemberian hadiah, menang undian, komisi, pembelian produk dengan harga khusus, hingga tawaran kerja," kata Friderica di Jakarta, dilansir ANTARA.

Hal tersebut disampaikan Friderica dalam menanggapi peristiwa yang terjadi di Situbondo, Jawa Timur menyusul sejumlah warga Desa Arjasa membeli minyak goreng murah dari seseorang dengan syarat difoto menggunakan KTP, mirip pinjaman online (pinjol).

Selain itu, Friderica mengatakan, masyarakat agar berhati-hati serta tidak gegabah melakukan klik pada link sembarangan, mengunduh file dari orang tidak dikenal, maupun memberikan informasi data pribadi seperti KTP, tanggal lahir, nama ibu kandung, dan one time password (OTP) kepada pihak lain.

"Kami mengimbau kepada masyarakat untuk ekstra hati-hati dalam memberikan data pribadi, seperti NIK, KTP, foto wajah, apalagi kalau misalnya sudah diminta untuk merekam, memberikan foto wajah," ujarnya.

OJK menemukan, data pribadi konsumen produk keuangan sering digunakan untuk pertukaran data dalam pemasaran dan tujuan komersial. Dari temuan tersebut, beberapa kasus telah disampaikan kepada kepolisian karena adanya unsur pidana di dalamnya. OJK akan terus bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan pelindungan konsumen sektor jasa keuangan.

OJK juga mengimbau kepada pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) untuk meningkatkan proses know your customer (KYC) sehingga dapat ikut memitigasi risiko penyalahgunaan data pribadi masyarakat atau konsumen oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Sebelumnya ratusan ibu-ibu di Desa Arjasa, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, membeli minyak goreng murah sebesar Rp 5.000 per kemasan dari sekelompok orang dengan syarat harus foto KTP dan foto selfie.

Pihak pemerintah desa menanyakan kepada kelompok penjual tersebut. Hasilnya, pihak desa meminta penjual menghapus semua data yang telah didapat. "Total ada 135 orang yang telah disuruh foto, namun kesepakatan kami data tersebut harus dihapus karena dikhawatirkan data tersebut digunakan untuk aplikasi pinjol," kata Kepala Desa Arjasa, Busairi.