Bagikan:

JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengakui bahwa investasi yang dilakukan di sektor hilirisasi tambang di Indonesia belum sepenuhnya 100 persen berkeadilan. Khususnya, bagi pengusaha lokal maupun masyarakat setempat.

“Saya jujur mengatakan bahwa hilirisasi sekarang itu belum betul-betul berkeadilan 100 persen. Saya harus jujur di ruangan ini,” katanya dalam Kuliah Umum di IPDN, dikutip dari YouTube Kementerian Investasi, Jakarta, Kamis, 11 Juli.

Bahlil mengatakan setiap investasi yang mengeksplorasi sumber daya alam (SDA) tentu akan berdampak kepada masyarakat setempat. Contohnya, kata dia, investasi pada pertambangan nikel, tembaga atau batu bara pasti akan ada penggusuran hingga kehilangan lahan.

“Pasti. Nah, sekarang bagaimana prosesnya? Lahan yang diambil itu bukan berarti diambil dengan tidak dibayar, semuanya akan dibicarakan antara pemilik dengan investor,” jelasnya.

Karena itu, menurut Bahlil, pemerintah harus membuat formulasi dalam rangka mendorong investasi yang berkeadilan dan berorientasi pada lingkungan. Misalnya, dengan membuat formulasi aturan hilirisasi.

Bahlil mengatakan hilirisasi memang sesuatu yang baru di Indonesia. Karena itu, letak permasalahannya baru diketahui ketika sudah dilaksanakan.

“Tugas kita sekarang adalah memperbaiki yang belum sempurna. Untuk urusan ketimpangan, ini harus dipikirkan karena setiap investasi yang masuk itu harus melahirkan lapangan pekerjaan dan mengurangi ketimpangan,” jelasnya.

Menurut Bahlil, hilirisasi merupakan sebuah jalan untuk menuju Indonesia Emas 2045. Dimana pemerintah pertama kali mendorong investasi di bidang hilirisasi nikel pada bulan Oktober 2019.

Lebih lanjut, Bahlil mengatakan langkah tersebut dilatarbelakangi karena ekspor nikel di tahun 2017 hingga 2018 hanya 3,3 miliar dolar AS.

“Hanya 3,3 miliar dolar AS. Kemudian kita menyetop ekspor ore nikel ke Eropa. Kita menyetop dan kemudian kita membangun industri dalam negeri. Masif kita lakukan. Apa yang terjadi? 2023 nilai ekspor kita dari hasil hilirisasi nikel mencapai 33,5 miliar dolar AS,” ucapnya.

“Naik 10 kali lipat hanya waktu 4 hingga 5 tahun. Berarti selama ini kita dibohong-bohongi saja. Dan apa yang terjadi? Ketika kita menyetop ekspor ore nikel, Eropa membawa kita ke WTO,” sambungnya.