Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Bayu Krisnamurthi buka suara soal tudingan mark up harga impor beras.

Dia menjelaskan, demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan.

Sekadar informasi, Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Bulog dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tuduhan menggelembungkan harga atau mark up impor beras dan tertahannya beras di Pelabuhan Tanjung Priok.

Keduanya diduga menggelembungkan harga impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan membuat negara merugi akibat demurrage sebesar Rp294,5 miliar.

“Dalam kondisi tertentu, keterlambatan bongkar muat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan sebagai bagian dari risiko handling komoditas impor. Jadi, misalnya dijadwalkan lima hari, menjadi tujuh hari. Mungkin karena hujan, arus pelabuhan penuh, buruhnya tidak ada karena hari libur, dan sebagainya,” ujar Bayu dalam keterangan resmi, Kamis, 4 Juli.

Dalam mitigasi risiko importasi, lanjutnya, demurrage itu biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor.

Menurut Bayu, adanya biaya demurrage menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan eskpor impor.

“Kami selalu berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari biaya yang masuk dalam perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengeskpor,” ucapnya.

Saat ini, sambung Bayu, Perum Bulog masih memperhitungkan total biaya demurrage yang harus dibayarkan, termasuk dengan melakukan negosiasi ke pihak Pelindo, pertanggungan pihak asuransi serta pihak jalur pengiriman.

“Perkiraan demurrage yang akan dibayarkan dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor tidak lebih dari 3 persen,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto mengatakan, awal dugaan mark up mencuat ketika perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras seharga 538 dolar AS per ton dengan skema FOB.

Suyamto menjelaskan, ternyata perusahaan bersangkutan pernah mendaftarkan dirinya menjadi salah satu mitra dari Perum Bulog pada kegiatan impor, namun tidak pernah memberikan penawaran harga ke Bulog.

“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran harga sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,” tuturnya.

Suyamto mengatakan, Perum Bulog saat ini mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras dari Kementerian Perdagangan, sebesar 3,6 juta ton pada tahun 2024. Pada periode Januari-Mei 2024, jumlah impor sudah mencapai 2,2 juta ton.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, impor dilakukan oleh Perum Bulog secara berkala dengan melihat neraca perberasan nasional dan mengutamakan penyerapan beras dan gabah dalam negeri.

“Kami terus menjaga komitmen untuk tetap menjadi pemimpin rantai pasok pangan yang tepercaya sehingga bisa berkontribusi lebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan hal ini tentunya sesuai dengan ke-4 visi transformasi kami,” jelasnya.