Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) Mahmudi mengatakan bahwa upaya pencapaian swasembada gula nasional juga harus meningkatkan kesejahteraan petani tebu.

"Setiap upaya dalam pencapaian swasembada gula nasional melibatkan petani tebu, bahkan harus berefek pada peningkatan kesejahteraan mereka. Mewujudkannya memerlukan dukungan semua pihak," kata Mahmudi seusai focus group discussion (FGD) di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dikutip dari Antara, Selasa 2 Juli.

Dia mengatakan lebih dari 80 persen pasokan bahan baku tebu pabrik gula SGN merupakan tebu petani, sehingga pihaknya memandang perlu strategi untuk menguatkan posisi petani tebu, di antaranya peningkatan produktivitas tebu hingga penguatan pola sistem bagi hasil (SBH) yang telah menjadi spirit kemitraan pabrik gula dengan petani sedari dulu.

"Bahan baku tebu sebagian besar dari petani, untuk itu posisinya harus kita kuatkan, di antaranya meningkatkan produktivitas tebu yang akan berefek pada pendapatan petani. Kemitraan SBH juga menguntungkan petani, ini kita kuatkan juga sehingga tidak terjebak pada pola transaksional dengan meninggalkan kualitas BBT," ujarnya.

Target pengembangan lahan SGN pada 2024 seluas 2.536 hektare yang akan didapat melalui Agroforestri, sewa lahan tebu serta kerja sama dengan Perhutani.

"Selain intensifikasi, kami juga melakukan ekstensifikasi dengan KSO pengelolaan lahan dengan Supporting co, kerja sama dengan Perhutani dan sewa lahan tebu. Ini bagian dari roadmap pencapaian swasembada gula nasional," tutur Mahmudi.

Peta jalan (roadmap) tersebut mengacu peraturan pemerintah nomor 40 tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol, untuk mencapai sasaran tahun 2030 ada lima poin utama yaitu peningkatan produktivitas tebu sebesar 93 ton per hektare melalui perbaikan praktik agrikultur berupa pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan tebang muat angkut.

Selanjutnya penambahan areal lahan baru perkebunan tebu seluas 700.000 hektare yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu rakyat dan lahan kawasan hutan; peningkatan efisiensi, utilisasi, dan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen sebesar 11,2 persen; peningkatan kesejahteraan petani tebu; dan peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu paling sedikit 1.200.000 kL.

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada Jaka Widada menyebut pencapaian swasembada gula nasional memerlukan dukungan semua pemegang kepentingan salah satunya akademisi.

Untuk itu pihaknya membuka Learning Cane Center di UGM, sebagai dukungan untuk meningkatkan kompetensi para praktisi industri.

Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Fathudin Rosidi menyampaikan bahwa yang terpenting bibit bervarietas bagus, kesediaan pupuk, pembiayaan, alat dan mesin pertanian (Alsintan).

"Untuk pembibitan akan ada dana dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Namun untuk pupuk yang jadi masalah karena belum ada subsidi mengatur untuk petani," katanya.

Dia mengakui selama ini ada pembiayaan yang berasal dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) tapi tidak maksimal. Meski begitu, saat ini ada kenaikan animo dari petani karena harga gula yang naik. "Kami optimistis akan ada swasembada gula apalagi tingginya animo dari petani karena harga gula yang naik," ujarnya.