Bagikan:

JAKARTA – Harga pangan di pasar internasional belakangan ini meningkat. Pada saat yang sama, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pun melemah dan menembus level Rp16.400.

Mengacu pada data di The FAO Food Price Index (FFPI), pada Mei 2024 indeks harga pangan naik 1,1 poin menjadi 120,4 poin.

Di bulan sebelumnya, indeks tercatat di 119,3 poin. Sementara di awal 2024, indeks masih berada di 117,7 poin.

Sekadar informasi, FFPI adalah pengukuran perubahan harga bulanan lingkup internasional untuk sejumlah komoditas pangan.

Indeks ini terdiri dari rerata harga lima komoditas, antara lain sereal, minyak nabati, produk susu, daging, dan gula.

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi pun menyoroti kondisi tersebut. Ia mendorong agar ada peningkatan produksi pangan pokok yang bersumber dari dalam negeri.

“Kita harus fokus ke produksi dalam negeri. Ini waktunya kita lakukan peningkatan produksi. Apalagi kurs dollar saat ini sedang tinggi, di atas Rp 16.400 per dolar. Kita sangat ingin efek ekonomi dari importasi tidak hanya di negara mitra melulu, tapi kembali lagi ke Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi, di Jakarta, Rabu, 26 Juni.

Menurut Arief, Indonesia akan aman jika setiap bulannya bisa tanam lebih dari 1 juta hektare sawah padi. Kata dia, jumlah tersebut setara dengan 2,5 juta beras.

“Selanjutnya kita tinggal intensifikasi, mau berapa dinaikan rata-rata produksi per hektarnya. Kemudian ditambah ekstensifikasi, ini tentunya perlu infrastruktur teknologi pertanian. Pascapanen juga perlu disiapkan. Meningkatkan produksi itu sangat bisa,” kata Arief.

Arief bilang, jika peningkatan produksi dalam negeri berhasil diterapkan, tentunya pemerintah bisa kian memperkuat stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).

Menurut dia, dalam kondisi apapun, jumlah stok CPP harus senantiasa mampu menopang berbagai program intervensi pemerintah ke pasar dan masyarakat.

“Jadi Badan Pangan Nasional tentunya menyiapkan CPP, baik dari dalam maupun luar negeri. Ini semua demi CPP. Jadi kenapa kita melakukan importasi, itu semata-mata untuk CPP. Tapi adanya importasi tidak berpengaruh buruk ke harga petani kita, karena pemerintah terus pantau dan jaga di semua level rantai pasok kita, baik harga di produsen, pedagang, maupun konsumen,” ungkap Arief.