Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah terus mempercepat pengembangan ekonomi digital, sebagai pilar strategis untuk mewujudkan Visi Indonesia 2045.

Komitmen ini mencerminkan fokus yang kuat pada pergeseran ekonomi menuju inovasi digital yang berkelanjutan.

Sebab itu, Indonesia tengah membuat regulasi atau aturan terkait Artificial Intelligence (AI).

Hal ini menyusul disahkannya Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial, pada 19 Desember 2023.

Asisten Deputi IV Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Saleh menyampaikan sektor ekonomi digital membutuhkan orang-orang yang kreatif dan inovasi sehingga dapat membuat apa pun, Namun tetap perlu dibatasi seperti personal data dan hak kekayaan intelektual dalam pemanfaatan AI.

"Ada, yang saya ikuti di Kominfo masih sebatas mengeluarkan surat edaran. Karena kita aturnya harus hati-hati karena kalau kita serba membatasi nanti invoasinya yang nggak tumbuh," jelasnya usai media briefing perkembangan kebijakan ekonomi digital, Rabu, 12 Juni.

Selain itu, Chairul mencontohkan kasus lainnya seperti royalti untuk para penyanyi bagaimana, contohnya pemanfaatan AI dalam kasus almarhum Chrisye yang bernyanyi kembali di media sosial bagaimana regulasi dapat mengatur royalti hal tersebut seperti apa.

"Justru itu menurut kami yang perlu difokuskan, bukan perkembangan AI nya. Mungkin kita butuh satu regulasi yang agile, dan adaptif juga gitu," tuturnya.

Menurut Chairul, langkah lainnya bisa dilakukan dengan hybrid atau pendekatan seperti Regulatory Sandbox di fintech.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengajak kolaborasi eksositem digital nasional dan global dalam penyusunan regulasi mengenai kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI).

Menkominfo Budi Arie Setiadi mendorong intensifikasi kerja sama dengan Tony Blair Institute for Global Change (TBI) untuk membahas pengaturan generative AI di Indonesia.

“Saat ini Indonesia belum memiliki regulatory framework terkait AI. Sementara, hanya sebatas surat edaran dan pedoman terkait etika saja. Oleh karena itu, kita bisa bekerja sama menciptakan regulatory framework yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan AI di Tanah Air,” ungkapnya, Jumat, 19 April.

Arie menyatakan penyusunan regulasi mengenai AI memerlukan pertimbangan aspek fundamental unhtuk meminimalkan risiko pemanfaatan teknologi yang makin banyak digunakan warga Indonesia.

“Kita tahu ada tiga fundamental penting soal AI. Pertama itu harus aman. Kedua, AI ini mesti beretika, dan terakhir harus saling percaya. Concern ini tentu membutuhkan suatu perangkat regulasi yang memadai atau komprehensif, sehingga bisa mengatasi risiko yang muncul dari AI,” tuturnya.