Bagikan:

JAKARTA - Pelaksana harian (Plh) Deputi IV Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyampaikan, hingga saat ini masih banyak tantangan yang dihadapi Indonesia di saat perkembangan teknologi yang semakin maju, seperti infrastruktur dan SDM masih menjadi penghambat bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar bisa bertransformasi digital atau onboarding.

“Tantangan kita tentu sama infrastruktur. Karena negara kita negara kepulauan. Sehingga cakupan dan keterjangkauan internet kita ini memang terbatas,” jelasnya dalam media briefing perkembangan kebijakan ekonomi digital, Rabu, 12 Juni.

Selain itu, Musdhalifah menjelaskan, masih lemahnya cyber security dan keamanan data konsumen, banjirnya produk-produk impor, serta ancaman predatory pricing juga menjadi penghambat bagi UMKM agar bisa bertransformasi digital.

Menurut Musdhalifah, pola pikir atau mindset masyarakat Indonesia untuk berkompetisi masih sangat rendah.

"Pola pikir ini mindset kita bahwa kita menyadari keinginan untuk berkompetisi di masyarakat kita termasuk yang rendah. Ini khususnya para pelaku UMKM di daerah karena kita juga tahu betul misalnya di sektor UMKM khususnya pangan dan pertanian itu memang daya saingnya rendah," ucapnya.

Musdhalifah menjelaskan penghambat lainnya yaitu pemanfaatan layanan internet di Indonesia masih banyak digunakan untuk kegiatan yang kurang produktif

"Tantangan tersebut menyebabkan daya saing digital kita memang termasuk yang terendah ada di peringkat 51 dari 64 negara, bahkan terendah nomor 3 di Asia," jelasnya.

Meskipun begitu, Musdhalifah menyampaikan Pemerintah mencoba memenuhi kebutuhan internet secara merata mencakup seluruh wilayah Indonesia dan hingga saat ini cakupannya sudah mencapai 78 persen.

“Kita patut bersyukur dengan capaian tersebut, tetapi masih ada sekitar 22 persen yang perlu kita penuhi karena ekonomi digital ini sudah tidak bisa lagi kita hindari,” tuturnya.

Musdhalifah menyampaikan Indonesia saat ini memiliki target untuk masuk dalam keanggotaan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), sehingga perlu pendapatan sekitar 28.000 dolar AS hingga 33.000 dolar AS.

Sementara itu, hingga saat ini Indonesia baru sekitar 4.900 dolar AS.

Oleh sebab itu, Musdhalifah menyampaikan, untuk mencapai target tersebut Indonesia harus dapat mengembangkan perekonomiannya, melalui pemanfaatan dan peningkatan kualitas ekonomi digital.

Selanjutnya, Musdhalifah menyampaikan, Indonesia memiliki penetrasi internet mencapai 78 persen.

Adapun angka ini termasuk kecil karena RI hanya mampu masuk di peringkat ketujuh di ASEAN

“Sedangkan untuk kecepatannya ternyata kita ada di peringkat ke-9 Asean, masih jauh, hampir yang terkecil ya. Dan ini semuanya adalah PR yang harus kita kembangkan lebih cepat lagi nanti ke depan mudah-mudahan dengan program-program yang akan kita kembangkan lebih lanjut ini bisa kita penuhi target-target pengembangan ekonomi digital,” ucapnya.

Musdhalifah menyampaikan, dengan perkembangan teknologi yang akan semakin cepat, diperkirakan ada sekitar 80 juta lapangan pekerjaan yang akan hilang, tetapi juga akan bertambah sekitar 67 juta jenis pekerjaan yang memerlukan kemampuan baru dan transformasi skill.

“Dengan teknologi dan pemanfaatan digital, keahlian ini sangat kita perlukan di masa depan ini yang kita harus percepat,” ujarnya.

Adapun, pada tahun 2030 GMV ekonomi internet Indonesia diprediksi akan mencapai 360 miliar dolar AS.

Kemudian dari berbagai macam ekonomi digital yang berkembang di Indonesia, e-commerce diperkirakan akan terus berkembang.