JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menerapkan mekanisme Full Periodic Call Auction (FCA) di Papan Pemantauan Khusus pada Senin, 25 Maret 2024 lalu. Sebelumnya, Papan Pemantauan Khusus diimplementasikan secara hybrid, di mana saham yang ditempatkan di Papan Pemantauan Khusus (PPK) dapat diperdagangkan secara call auction dan continuous auction sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. PPK sendiri dibuat khusus untuk saham-saham yang memiliki PR yang harus diselesaikan dan cenderung PR tersebut relatif negatif sehingga saham tersebut dianggap lebih berisiko.
Sejak diresmikan hingga saat ini, mekanisme FCA mendapatkan respons dan sorotan yang beragam dari berbagai kalangan pelaku pasar. Sebagian berpendapat bahwa mekanisme FCA berpotensi merugikan investor karena meningkatkan risiko transaksi saham, sebagian lagi sepakat dengan Bursa bahwa FCA dapat melindungi investor pasar modal Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Praktisi pasar modal Hans Kwee mengatakan, FCA dapat membuat investor lebih aware dengan saham-saham yang berada di Papan Pemantauan Khusus dan memerhatikan risiko investasi yang dijalani.
"Manfaat utamanya memang awareness, ya. Jadi, memberikan awareness pada investor, ada saham-saham yang dalam pemantauan khusus, sehingga transaksinya, metodenya berbeda. Jadi, kalau investor belum mengetahui dengan pasti kondisi fundamental perusahaan tadi, sebaiknya jangan bertransaksi terhadap saham-saham tersebut," ujar Hans kepada wartawan, Rabu 12 Juni.
Selain itu, lanjut Hans, metode FCA dalam Papan Pemantauan Khusus juga dapat meningkatkan awareness bagi emiten terkait. Ia mengungkapkan, ada emiten Bursa yang kinerjanya bagus tetapi kurang aware dengan sahamnya di Bursa dan hanya fokus pada bisnis utamanya.
Dengan demikian, ketika likuiditasnya rendah atau harga saham turun sehingga masuk Papan Pemantauan Khusus, serta ditransaksikan secara FCA, diharapkan emiten tersebut dapat berusaha memperbaiki sehingga sahamnya dapat ditransaksikan dengan lebih baik lagi di Bursa.
"Ya, Papan Pemantauan Khusus menaikkan awareness baik awareness investor dan awareness emiten-nya. Selama bisnis dia masih jalan, harusnya dia berusaha keluar dari sana. Nah, bagaimana caranya? Dia memperbaiki masalah yang dia hadapi, sehingga dia bisa keluar dari sana," ucapnya.
Lebih lanjut lagi, Hans menyoroti psikologis investor pasar modal Indonesia yang cenderung mementingkan peningkatan harga dalam memilih saham, tanpa melihat risiko penurunan harga sahamnya. Risiko saham menjadi besar jika terjadi perbedaan harga dengan fundamental value.
"Teman-teman pelaku pasar lebih penting saham yang harganya naik, sehingga ada untungnya, jadi yang lagi ngetren dikejar dan dibeli. Nah, tapi di sisi lain kadang-kadang saham-saham ini berisiko tinggi. Ini yang sering menyebabkan banyak investor menderita kerugian," tambahnya.
Baca juga:
Hans mengingatkan, tidak semua saham dalam Papan Pemantauan Khusus itu buruk. Ada juga beberapa saham yang memiliki prospek dan potensi besar yang kemungkinan besar hanya dapat dilihat oleh investor yang memahami bisnis perusahaan dan menghitung valuasi perusahaan sehingga harapannya adalah yang bertransaksi di sana merupakan investor yang lebih berpengalaman.
Untuk itu, Hans memberikan tips bagi investor yang ingin bertransaksi di saham-saham FCA pada Papan Pemantauan Khusus.
"Teliti sebelum membeli dan jangan terpengaruh dengan membeli sesuatu yang ikut-ikut dengan teman dan sebaiknya, ya, tidak bertransaksi kalau belum paham sahamnya seperti apa, terutama pada saham-saham yang tergabung di Papan Pemantauan Khusus dengan full call auction," pungkasnya.
Metode FCA dapat menjadi filter awal agar investor baru tidak terkena Fear Of Missing Out atau FOMO membeli saham tanpa mengetahui fundamentalnya.