Bagikan:

JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi meluncurkan Papan Pemantauan Khusus tahap II dengan penerapan metode full periodic call auction (FCA) atau lelang berkala penuh di pasar saham Indonesia, Senin 25 Maret. 

Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan bagi investor dengan memberikan transparansi lebih dalam pembentukan harga saham.

Namun, penerapan FCA sepanjang waktu perdagangan telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi ketidakstabilan pasar.

Apalagi, kebijakan FCA yang diterapkan sepanjang waktu perdagangan di Indonesia berbeda dengan praktik di negara-negara lain yang umumnya hanya menggunakan metode ini pada pre-opening dan pre-closing.

Di negara lain, penerapan FCA pada waktu terbatas ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif pada pasar dan memberikan waktu bagi investor untuk melakukan penilaian harga yang lebih baik.

Di Indonesia, penerapan FCA sepanjang waktu perdagangan justru menimbulkan risiko harga saham menjadi kurang transparan dan meningkatkan risiko bagi investor.

Kebijakan ini memicu keresahan di kalangan investor. Beberapa investor menunjukkan ketidakpuasan mereka dengan mengirimkan karangan bunga sebagai bentuk sindiran kepada BEI.

Dua kiriman karangan bunga yang diterima BEI menjadi sorotan. Karangan bunga pertama dikirimkan oleh Dayat Subagja & Keluarga, sementara yang kedua dikirimkan oleh Devin Hutapea dkk, dengan pesan yang jelas menolak kebijakan FCA yang dianggap tidak kondusif bagi pasar saham.

Karangan bunga tersebut tiba pada pukul 15.00, namun segera dipindahkan oleh pihak sekuriti BEI sekitar lima menit kemudian. Insiden ini menunjukkan ketidakpuasan di kalangan investor terhadap kebijakan baru tersebut.

"Yth. Pimpinan BEI, tolong rubah FCA ngga kondusif buat market," demikian bunyi karangan bunga yang dikirimkan oleh Devin Hutapea dkk.

Tidak hanya itu, seorang investor saham dari komunitas IndoStocks Traders yang tinggal di Jakarta, juga membuka petisi melalui Change.org. Ia merasa terganggu oleh peraturan Papan Full Auction yang berlaku saat ini.

Menurutnya, saham yang masuk papan full auction tidak memiliki bid offer, sehingga situasinya menjadi gelap dan sulit diprediksi.

Harga saham tiba-tiba terbentuk melalui random closing, yang membuat situasi mirip dengan permainan judi daripada investasi yang aman dan dapat diprediksi.

Petisi ini mencerminkan kekhawatiran banyak investor mengenai stabilitas pasar saham Indonesia.

Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah investor saham di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 3,87 juta orang.

Adanya peraturan Papan Full Auction membuat kestabilan investasi mereka menjadi terancam.

Hingga saat ini, petisi tersebut telah mendapatkan 12.500 tanda tangan sejak diposting dua yang lalu.

Para penandatangan petisi mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghapuskan peraturan Papan Full Auction demi menjaga kestabilan pasar saham dan melindungi para investor.

"Tandatangani petisi ini jika Anda setuju bahwa Peraturan Papan Full Auction harus dihapuskan!" demikian ajakan yang tertulis dalam petisi tersebut.