JAKARTA - Indonesia dikenal sebagai salah satu negara net importir minyak. Sementara ada kerinduan dan tuntutan untuk terus mengembangkan energi hijau untuk masa depan bumi yang lebih baik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut, Indonesia mengimpor minyak mentah selama periode Januari - Februari 2024 mencapai volume 2,6 juta ton dengan nilai mencapai Rp25,5 triliun.
Kondisi geopolitik yang memanas tentu akan membebani alokasi impor. Sejatinya kondisi ini dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk bisa memberdayakan dan mengoptimalkan sumber energi dari dalam negeri.
Apalagi, sumber energi dalam negeri tersebut bisa berasal dari energi bersih dan rendah emisi karbon. Ini juga akan sejalan dengan visi pemerintah untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
Salah satu sumber energi baru terbarukan (EBT) yang bisa dimanfaatkan adalah energi surya (solar). Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang signifikan lebih dari 3.600 Giga Watt (GW) dengan potensi energi surya (solar) lebih dari 3.200 GW.
Itulah sebabnya, Indonesia perlu mempercepat pemanfaatan Energi Terbarukan (EBT) dan potensi Indonesia untuk melakukan transisi energi pun semakin terbuka. Hal ini tentunya tetap perlu dukungan dari para pelaku usaha dan industri. Bagaimana tiap-tiap perusahaan bisa lebih sadar untuk mulai melakukan transisi energi.
Sebagai salah satu pelaku industri, MMS Group Indonesia (MMSGI) turut berpartisipasi dalam Green Economic Forum yang diselenggarakan CNBC Indonesia. Partisipasi ini merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan MMS Group Indonesia untuk mendukung dan mempromosikan praktik industri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan melalui transisi energi yang berkeadilan.
CEO MMSGI Sendy Grety mengungkapkan transisi energi yang berkeadilan bagi MMSGI merupakan proses transisi energi dengan mengutamakan ketahanan energi melalui energi saat ini dan energi masa depan, yaitu energi baru terbarukan. Selain itu, agenda ini mampu memberdayakan ekonomi masyarakat yang bergantung pada industri energi fosil menjadi industri yang tangguh dan mandiri.
"MMSGI telah melakukan investasi signifikan untuk pengembangan smelter nikel untuk bahan baku baterai serta memiliki pembangkit listrik tenaga surya dalam rangka mendukung pengembangan ekosistem energi hijau," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Rabu 5 Juni.
Sendy menjelaskan, MMSGI menerapkan praktik pengelolaan lingkungan dengan prosedur yang ketat, termasuk program rehabilitasi lahan pascatambang dan konservasi keanekaragaman hayati. Hal ini ditempuh melalui kolaborasi untuk mencapai tujuan keberlanjutan.
BACA JUGA:
MMSGI aktif menjalin kemitraan dengan pemerintah, komunitas lokal, dan organisasi internasional untuk bersama-sama menciptakan solusi inovatif yang mendukung ekonomi hijau. Terutama dalam pemanfaatan lahan pascatambang.
Contoh solusi inovatif tersebut, yaitu pemanfaatan void menjadi sumber air bersih dan pengembangan kapasitas masyarakat desa, seperti Rumah Cokelat Lung Anai di Kutai Kartanegara yang merupakan binaan PT Multi Harapan Utama (MHU).
Diketahui Rumah Cokelat ini menerima sertifikat halal dan mendapat kepercayaan dari masyarakat masyarakat lokal yang telah mendapatkan penghargaan Pengembangan Desa Berkelanjutan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
"Keikutsertaan MMS Group Indonesia dalam Green Economic Forum adalah wujud nyata dari komitmen kami untuk mendukung dialog dan kerja sama antara berbagai pemangku kepentingan. Kami berharap dapat belajar dari praktik terbaik dan berkontribusi pada pengembangan kebijakan yang mendorong penggunaan energi hijau serta transisi energi yang berkeadilan di Indonesia dan dunia," pungkas Sendy.