Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengungkapkan dirinya mengantisipasi aspek ekonomi dan sosial masyarakat dari kebijakan pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Dikatakan Komaidi, sejatinya ada beberapa hal yang perlu diantisipasi pemerintah karena ada biaya dan manfaat dalam implementasinya.

"Kalau lihat ketentuannya, ini ditawarkan, nantinya tidak secara otomatis, tentu ada mekanisme secara teknis dan bisnis," ujarnya dalam Maket Review, Selasa 4 Juni.

Kemudian dari sisi ekonomi, hal yang perlu diantisipasi adalah keekonomian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) karena berdasarkan Pasal 83A PP 25/2024 disebutkan WIUPK yang diberikan merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

"Ini adalah bekas yang sudah ditinggalkan dan bukan WK baru dan perlu diidentifikasi keekonomiannya masih masuk atau tidak. Jangan sampai nanti malah menjadi beban bagi teman-teman (ormas) yg dapat WK bersangkutan," sambung Komaidi.

Menurutnya, dengan wilayah PKP2B ini jangan sampai menjadi beban tambahan bagi ormas.

Dengan bahasa sederhana, lanjut Komaidi, hal terkait tambang ini sebaiknya diserahkan kepada ahlinya yang memang sudah lama berkecimpung di bidang pertambangan.

"Ini dari aspek keekonomiannya jadi diserahkan ke ahlinya tentu akan optimal," imbuh Komaidi.

Kemudian dari aspek sosial masyarakat, Komaidi bilang, dirinya mengkahwatirkan adanya gesekan horizontal antara ormas yang memperoleh WIUP dengan ormas yang tidak.

Ia mencontoh, jika ada ormas A yang menmperoleh WIUP sementara ormas lainnya tidak, atau ormas yang berada di dekat wilayah pertambangan tidak mendapatkan hak atas WIUP maka dikhawatirkan akan ada gesekan.

"Misalnya ada ormas A yang diberikan, B juga diberikan, tapi ada C, D, E, F, dan seterusnya yang mungkuin merasa berhak tapi wilayahnya terbatas. Jangan sampai terjadi gesekan. Masalah sosialnya yang lebih perlu diantisipasi karena gesekan horizontalnya besar," pungkas Komaidi.