Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama PT Aneka Tambang (Antam) Nicolas D. Kanter mengungkapkan dampak dari isu 109 ton logam mulia palsu beredar. Dia bilang, saat ini banyak orang yang meminta untuk menarik atau menjual emas mereka.

“Waktunya ini sekarang adalah sangat kritikal. Karena orang-orang sekarang sudah mulai banyak yang meminta untuk menarik emas atau dia menjual emasnya,” katanya dalam rapat dengan Komisi VI DPR, di Komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 3 Juni.

Karena itu, Nico menegaskan klarifikasi terkait isu emas palsu merupakan hal yang penting untuk menjawab keresahan masyarakat. Dia bilang Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menyatakan tidak ada emas palsu yang diproses oleh ANTAM.

Nico pun menyoroti perbedaan antara apa yang sebenarnya disampaikan oleh Kenagung dengan pemberitaan di media massa. Dia bilang Kejagung tidak pernah mengeluarkan pernyataan soal emas palsu, namun muncul pemberitaan tentang 109 ton emas palsu.

“Karena banyak sekali pertanyaan terkait dengan emas, kami klarifikasi dan sudah disepakati oleh kejaksaan bahwa tidak ada emas palsu. Ini penting sekali,” tuturnya.

Nico mengatakan bahwa kasus yang saat ini sedang ditangani oleh Kejagung bukan terkait dengan pemalsuan emas. Namun, terkait proses lebur cap atau brand licensing yang tidak dikenakan biaya. Kejagung pun menganggap bahwa hal tersebut merugikan negara.

“Dalam proses lebur cap ini, ada branding, atau lisensi yang dilihat oleh Kejaksaan ini merugikan. Jadi ini diproses di ANTAM, tapi kita tidak membebankan biaya lisensi atau branding. Jadi ada cap emas yang kita berikan karena kan dengan dicap itu kan meningkatkan nilai juga,” tuturnya.

Terkait dengan lebur cap atau licensing ini, Nico mengaku akan melakukan kajian untuk memastikan persoalan ini menimbulkan kerugian negara atau tidak. Termasuk terkait nilai pastinya jika memang menimbulkan kerugian.

Adapaun dalam melakukan kajian tersebut ANTAM akan menggandeng pihak ketiga dalam hal ini Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Kajian ini yang lagi kami lakukan. Bukan ANTAM saja tetapi kita minta justru dari pihak ketiga (untuk ikut serta). Kalau ANTAM kan itu dibilang itu hanya membela diri, tapi kalau kita harus buat, kita akan buat, misalnya dari Lemhanas, maupun dari ITB,” jelasnya.