Bagikan:

JAKARTA - Perdebatan antara Vietnam dan Indonesia mengenai tanggung jawab terhadap lingkungan laut semakin memanas dalam rapat teknis ketiga mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara kedua negara.

Meskipun sejumlah permasalahan berhasil diselesaikan, masih terdapat hambatan yang signifikan, terutama terkait penolakan Vietnam untuk mengakui kewajiban-kewajiban tertentu yang diperlukan untuk melindungi lingkungan laut di wilayah yang tumpang tindih.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan, kekecewaannya terhadap sikap Vietnam yang enggan membagi tanggung jawab.

Trenggono menyoroti masalah penangkapan ikan ilegal yang sering dilakukan oleh kapal-kapal berbendera Vietnam di perairan Indonesia, dengan kapal-kapal tersebut kerap masuk melalui Zona Konservasi Laut (LCS).

Salah satu permasalahan utama yang menjadi fokus perdebatan adalah penolakan Vietnam terhadap usulan Indonesia untuk mengidentifikasi kewajiban yang lebih spesifik dalam perlindungan lingkungan laut, yang melampaui kewajiban dasar sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982.

Sebaliknya, Vietnam mengusulkan untuk meminimalkan kewajibannya, yang menimbulkan ketegangan dalam negosiasi.

Selain itu, Vietnam juga dikecam karena melanggar ketentuan UNCLOS 1982 terkait dengan spesies menetap, dengan memasukkan beberapa spesies dasar laut (belut, moray, ikan pari whiptail/ikan pari kupu kupu/pari skate, ikan pipih dan batu ikan/ikan kalajengking) dalam daftar spesies yang diperbolehkan ditangkap.

Tindakan ini dianggap merusak keanekaragaman hayati laut dan melanggar hukum internasional tentang konservasi sumber daya hayati.

Penelitian oleh Greenpeace juga menyoroti penggunaan pukat hela (trawl) udang oleh Vietnam, yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan laut dan mengganggu ekosistem bawah laut.

Selain itu, klaim Vietnam terhadap hak eksklusif dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam, termasuk operasi perminyakan di wilayah tumpang tindih, juga menjadi perhatian.

Dalam konteks ini, Indonesia menekankan pentingnya tanggung jawab bersama untuk melindungi lingkungan laut dan mendorong Vietnam untuk menunjukkan kesediaan yang lebih besar dalam mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.

Perdebatan ini mencerminkan tantangan yang kompleks dalam manajemen sumber daya kelautan di wilayah yang tumpang tindih, namun diharapkan kedua negara dapat mencapai kesepakatan yang memadai untuk kepentingan pelestarian lingkungan hidup dan kesejahteraan bersama.