Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penguatan hubungan kerja sama ekonomi bilateral dengan berbagai negara akan membantu Indonesia mencapai tujuannya, termasuk juga kerja sama dengan Jerman.

“Saya bertemu dengan Menteri Ekonomi Federal Robert Habeck dan berharap dapat memulai bisnis antara Jerman, ekonomi terbesar di Eropa, dan Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara," jelasnya dalam keterangan resminya, Kamis, 16 Mei.

Airlangga berkeinginan untuk mendapatkan akses yang lebih baik terhadap teknologi, investasi dan akses pasar yang lebih baik.

Airlangga menjelaskan saat ini Indonesia berada di peringkat 16 negara dengan ekonomi terbesar di dunia.

Dan dalam 20 tahun, Indonesia bercita-cita menjadi nomor empat. Sebab itu, Indonesia akan terus berupaya agar dapat masuk dalam kelompok negara dengan ekonomi terpenting dunia.

Airlangga menegaskan, Indonesia membuka peluang investasi dari semua pihak.

“Saya rasa investasi tidak memiliki bendera. Kami sangat terbuka untuk semua pihak," tuturnya.

Menurut Airlangga, negara yang berinvestasi di Indonesia bukan hanya Tiongkok, tetapi Amerika Serikat (AS) di sisi tembaga yakni Freeport, dan sebelumnya juga ada Jepang di sisi bauksit.

Airlangga menambahkan, bahwa di masa depan nikel Indonesia juga akan berbasis energi hijau melalui pabrik peleburan yang dioperasikan dengan tenaga air, pembangkit listrik tenaga gas, atau bahkan pembangkit listrik tenaga surya.

Tentunya akan dilakukan transisi energi di Indonesia.

Namun di sisi lain, Indonesia harus tetap kompetitif dengan produk yang dihasilkan, sehingga biaya menjadi hal yang krusial.

Meski begitu, Green nickel dan pertambangan berkelanjutan akan terus berproses secara bertahap.

Di sisi lain, kata Airlangga, tidak menganggap pembatasan perdagangan menjadi rintangan dalam negosiasi perdagangan bebas dengan Uni Eropa.

Menurut dia, Indonesia berhak mengelola hasil alamnya sendiri. Pemberlakukan larangan ekspor bahan mentah yang belum diolah tentunya bertujuan agar Indonesia memiliki daya saing global.

Dengan begitu, Indonesia dapat membawa nilai tambah ke dalam negeri yang membawa keuntungan bagi rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, terkait negosiasi dengan Uni Eropa, Airlangga mengungkapkan bahwa Indonesia ingin diperlakukan secara adil. Hal ini melihat bagaimana Eropa memperlakukan Indonesia secara berbeda, misalnya dengan Vietnam dan Thailand. Negosiasi IEU CEPA tak kunjung usai dalam 7 tahun terakhir.

Padahal Indonesia memiliki peran besar dalam tatanan perekonomian dunia. Indonesia tidak mau menunggu terlalu lama.

“Kami telah membuktikannya selama Indonesia memimpin G20, ada inklusivitas, suara negara-negara selatan juga lebih diperhitungkan. Kami ingin melihat semuanya bersama demi kepentingan semua pihak," jelasnya.

Airlangga mengatakan, Indonesia cukup optimisme untuk menjadi negara maju dengan perekonomian terbesar ke-16.

Jika di tahun 2045 nanti jumlah penduduknya sekitar 320 juta orang dengan PDB 30.000 dolar AS per kapita, berarti Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian sejumlah 9 triliun dolar AS.

Di sinilah tugas Pemerintah Indonesia untuk menciptakan banyak lapangan kerja baru agar dapat mewujudkan cita-cita bangsa tersebut.

“Saat ini Jerman memiliki ekonomi sekitar 4 triliun dolar AS. Jadi anda bisa membandingkan seberapa besar Indonesia di 2045 nanti,” pungkas Airlangga.