JAKARTA - Pelaku yang menyebarkan hoaks dan mengajak masyarakat untuk menarik dananya dari bank (rush money) bisa berhadapan dengan ancaman pidana. Apalagi, pelaku berdalih terdapat uang yang tiba-tiba hilang saat ditabung.
"Yang melakukan ajakan ini seharusnya bisa dipidana. Karena ajakan ini tidak berdasar dan cenderung menyampaikan satu yang disebut hoaks, tadi disebutkan ada dana yang hilang, ini kan harusnya dibuktikan. Kalau tidak ada buktinya harusnya yang bersangkutan mendapatkan hukuman," kata Ekonom Segara Institute Piter Abdullah mengutip Antara.
Piter menilai, ajakan menarik uang karena kabar banyaknya uang hilang tampak tidak masuk akal. Dia menjelaskan bahwa bank merupakan unit usaha di Indonesia yang paling ketat diawasi pemerintah. Pengawasan ketat dilakukan untuk memberikan kepercayaan kepada publik terhadap sektor perbankan.
Sejak awal pendiriannya, lembaga perbankan harus mematuhi banyak aturan. Ditambah lagi, imbuh Piter, bank juga turut diawasi secara ketat oleh berbagai instansi. Bahkan, apabila bank terpaksa bangkrut pun terdapat banyak aturan yang harus dipatuhi.
"Lembaga perbankan itu paling diawasi. Sangat diregulasi. Satu-satunya usaha yang diawasi dari izin mau lahir sampai dia bangkrut itu diatur. Perusahaan mana yang seketat itu? Hanya perbankan," ujar dia.
Piter pun mengingatkan terdapat potensi penyebaran berita bohong alias hoaks dari ajakan rush money di media sosial. Dia mengimbau agar masyarakat harus waspada dan jangan mudah mempercayai kabar yang belum tentu benar.
Belum lama ini, konten-konten media sosial beredar di masyarakat yang berisi informasi uang hilang di tabungan dan ajakan ke masyarakat untuk menarik dananya dari Bank Rakyat Indonesia (BRI).
BRI mencatat sejumlah konten yang cukup meresahkan masyarakat tersebut memiliki kemiripan salah satunya yaitu diunggah oleh akun-akun tidak kredibel.
Pada 23 April 2024, akun media sosial (Instagram, Tiktok, Facebook) Rama News (@ramanews) mengunggah sebuah video yang diambil dari akun TikTok widia_pengamatpolitik dengan narasi bahwa adanya kejadian nasabah BRI yang kehilangan uang merupakan efek dari Pemilu untuk serangan bansos. Konten tersebut terklarifikasi hoaks.
Pada bulan yang sama, konten TikTok @rakyatdotnews dan WhatsApp juga sempat viral mengenai kasus raibnya uang Rp400 juta nasabah di Makassar bernama Sigit Presetya. Ternyata uang tersebut diambil sendiri oleh nasabah dan diinvestasikan kepada pihak tidak resmi (bodong) kepada teman dekat Sigit yang merupakan eks-pekerja BRI bernama Zul Ilman Amir.
Kemudian pada 3 Mei 2024, akun Instagram @kr1t1k_p3d45 mengunggah sebuah video, yang diambil dari video lama (tahun 2023) di portaljtv.com, dengan narasi bahwa menabung di bank tidak aman karena adanya uang nasabah yang "hilang".
BRI mencatat, kejadian uang hilang yang diviralkan merupakan kejadian-kejadian lama dengan informasi yang tidak lengkap. Misalnya, video yang diunggah akun Instagram kr1t1k_p3d45 pada platform X merupakan peristiwa yang terjadi pada 12 Juni 2023. Setelah diklarifikasi, ketiga nasabah dalam video tersebut merupakan korban tindak kejahatan penipuan online (social engineering).
Sementara informasi yang diviralkan kembali di TikTok @rakyatdotnews terkait kasus investasi bodong Rp400 juta oleh nasabah bernama Sigit Presetya di BRI Makassar merupakan peristiwa yang terjadi pada 29 Agustus 2018.
Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengatakan bahwa konten dan informasi mengenai uang hilang di BRI yang belakangan ini viral di media sosial hingga beredar di WhatsApp tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
BACA JUGA:
Dia mengatakan, konten tersebut dengan sengaja diviralkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab serta menimbulkan keresahan di masyarakat karena sebagian di antaranya berisi ajakan untuk menarik tabungan dari bank.
Atas konten-konten hoaks yang beredar tersebut, BRI pun mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang dengan sengaja menyebarkan informasi menyesatkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"BRI pun mengambil tindakan tegas dan mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak terkait, karena konten berisi informasi yang menyesatkan, merusak citra BRI dan berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat," kata Hendy.