Perusahaan Tambang Curhat Kebijakan DHE Ganggu Arus Kas
Ilustrasi (Foto: Dok. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association Hendra Sinadia buka suara soal kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diwajibkan oleh pemerintah.

Asal tahu saja, pemerintah terus mendorong optimalisasi pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) dan percepatan hilirisasi SDA yang harus digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menetapkan PP Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA), sebagai revisi dari PP Nomor 1 Tahun 2019.

Hendra mengatakan, sejatinya pelaku usaha mendukung kebijakan pemerintah karena kebijakan DHE merupakan bentuk kontribusi pelaku usaha kepada negara seperti kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang sebelumnya telah diberlakukan pemerintah.

Namun, Hendra bilang, kebijakan DMO ini memiliki dampak terhadap kemampuan perusahaan dalam mengelola arus kas atau cashflow.

Alasannya, perusahaan batu bara sering kali mengalami kesulitan mendapat pendanaan.

"Bahkan makin sedikit perusahaan perbankan dalam dan luar negeri untuk mendanai sehingga cash reserve yang didapatkan dari profit margin menjadi krusial bagi perusahaan untuk melanjutkan kegiatan operasinya atau berinvestasi," ujar Hendra dalam Mining Zone yang dikutip Selasa, 7 Mei.

Ia menambahkan, apalagi di tengah isu tranisi energi yang digaungkan pemerintah, perusahaan batu bara berada di garda terdepan dan sering kali mendapat sorotan.

Perusahaan batu bara yang hendak melakukan investasi di bidang energi bersih memerlukan dana yang besar dan bersumber dari kas perusahaan yang kuat, sementara di sisi lain perusahaan terbentur kewajiban DHE yang mengharuskan perusahaan batu bara menyimpan setidaknya 30 persen DHE di perbankan nasional.

Selain DHE, perusahaan batu bara juga akan menghadapi kebijakan lain seperti pemerintah yang sebentar lagi akan membentuk Mitra Instansi Pengelola (MIP).

"Jadi perusahaan sekarang terkendala 30 persen DHE, tapi perusahaan sudah melakukan kewajiban tersebut, namun jika nanti aturan MIP diterapkan menjadi tantangan karena cashflow sudah terganggu kemudian kita harus bayar juga tarif dana kompensasi batu bara," beber Hendra.

Hal ini, menurut dia, menjadi perusahaan untuk mengelola arus kas perusahaan baik perusahaan skala besar maupun kecil, apalagi perusahan skala besar diwajibkan melakukan investasi ke sektor energi bersih.

"Bagi perusahaan skala kecil sangat menantang tapi perusahaan skala besar juga menantang karena kita dituntut untuk investasi ke energi bersih," pungkas dia.