JAKARTA - Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan (Menkeu) pada periode 2014-2016, Bambang Brodjonegoro menyampaikan, serangan Iran ke Israel dapat menimbulkan adanya potensi peningkatan inflasi Indonesia. Adapun kekhawatiran akan peningkatan inflasi ini utamanya disebabkan oleh kenaikan bahan bakar minyak (BBM) sebagai imbas dari eskalasi konflik di Timur Tengah.
"Saat ini kita punya inflasi agak sedikit di atas target, terutama karena inflasi harga pangan bergejolak, terutama harga beras. Dengan adanya kejadian (konflik) Iran-Israel ini, tentunya bergantung pada seberapa jauh harga minyak akan melonjak," kata Bambang dalam acara 'Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI' yang diadakan oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin, 15 April.
Bambang memprediksi akan terdapat tekanan terhadap inflasi Indonesia yang sedikit lebih tinggi hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama baik dari internal maupun eksternal.
Menurut Bambang faktor yang pertama yaitu berasal dari tingginya inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang masih menjadi faktor utama terhadap inflasi Indonesia.
Selanjutnya, faktor kedua berasal dari inflasi pada harga barang yang diatur pemerintah seperti bahan bakar minyak (BBM) serta liquefied petroleum gas (LPG).
Kemudian faktor ketiga dari inflasi yang berasal dari luar negeri atau imported inflation yang disebabkan kenaikan harga-harga di luar negeri, pelemahan rupiah serta gangguan distribusi global.
"Perkiraan saya kalau mengenai inflasi, ada tekanan inflasi yang akan lebih tinggi," tuturnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan tingkat inflasi tahunan atau year on year (yoy) terakhir pada Maret 2024 sebesar 3,05 persen atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 102,99 pada Maret 2023 menjadi 106,13 pada Maret 2024.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji memperkirakan dalam jangka pendek konflik antara Iran dan Israel akan membuat harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) turut melonjak naik.
Tutuka menyampaikan dalam jangka pendek pasca adanya serangan Iran ke Israel, harga minyak mentah dunia diperkirakan melonjak menjadi 100 dolar AS per barel. Sementara itu, dalam asumsi ekonomi makro APBN 2024 pemerintah mematok ICP sebesar 82 dolar AS per barel.
“(Dampak serangan Iran ke Israel) kemungkinan harga minyak global naik jadi 100 dolar AS per barrel,” tutur Tutuka.
Di sisi lain, Tutuka mengatakan sejak bulan Februari hingga April, ICP cenderung mengalami kenaikan sekitar 5 dolar AS per bulan. Menurutnya dengan kenaikan ICP akan berdampak pada melonjaknya subsidi energi.
Meski begitu, Tutuka menyebut pihaknya masih terus meninjau apakah konflik tersebut akan berlanjut atau tidak.
“Tentunya ini dampak jangka pendek kita memerlukan kehati-hatian karena prediksi yang lebih panjang akan kurang akurat. Kita lihat dulu respon saat ini, kita tunggu dulu baru lihat ke depan,” tuturnya.
Tutuka menyampaikan setidaknya dalam jangka pendek ada beberapa hal yang akan pemerintah perhatikan yaitu yang pertama berasal dari reaksi investor produsen dan konsumen dalam melakukan assessment terhadap risiko ke depan. Misalnya seperti potensi respon Israel yang akan mempengaruhi persepsi kemungkinan terjadinya eskalasi pasar.
Menurutnya faktor kedua, yaitu berasal dari harga minyak kedepan yang akan mengandung geopolitik. Dan sentimen ketiga, diperkirakan dari anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) atau Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak di dunia, akan meredam kenaikan harga minyak ke depan agar lebih seimbang.