SKK Migas Pastikan Komersialisasi Migas Diprioritaskan untuk Kebutuhan Dalam Negeri
SKK Migas (dok. Antara).

Bagikan:

JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus berupaya untuk meningkatkan komersialisasi minyak dan gas bumi. Apalagi, adanya temuan raksasa gas bumi beberapa waktu lalu.

Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas, Rayendra Sidik, menyampaikan dipastikan hingga saat ini produksi minyak maupun gas nasional diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

"Hal itu bisa terlihat dari kebijakan Pemerintah yang mewajibkan para produsen minyak untuk menawarkan terlebih dulu hasil produksi minyaknya ke Pertamina," ujarnya dalam keterangan resminya, Jumat, 29 Maret 2024.

Rayendra mengungkapkan dalam Permen ESDM 18/2021 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri ditetapkan para produsen wajib menawarkan dulu kepada Pertamina atau badan usaha pemegang izin usaha pengolahan minyak di dalam negeri.

"Jadi, wajib minyak-minyak itu ditawarkan ke Pertamina. Jika memang tidak bisa karena satu dan lain hal, seperti kesepakatan harga atau teknis yakni kilangnya tidak bisa menerima, baru minyak di ekspor," ujarnya.

Lebih lanjut, Rayendra menyampaikan hanya ada dua jenis minyak yang langsung diekspor dan jumlahnya juga tidak banyak. Jenis minyak yang memiliki sulfur sangat tinggi dipastikan tidak bisa diolah di fasilitas kilang yang ada di Tanah Air.

Tidak hanya minyak, gas bumi juga sebagian besar produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan data SKK Migas, dari 5.528,61 BBTUD, realisasi penyaluran gas bumi sebanyak 23,35 persen diekspor dalam bentuk LNG dan diekspor melalui pipa sebesar 8,7 persen.

Sisanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Persentase gas untuk industri sebesar 26,85 persen, pupuk sebesar 12,48 persen, kelistrikan sebesar 12,6 persen, LNG domestik sebesar 9,91 persen, kebutuhan lifting minyak sebesar 4,26 persen, LPG sebesar 1,46 persen, jaringan gas sebesar 0,28 persen, serta BBG sebesar 0,11 persen.

Rayendra mencontohkan untuk produksi LNG misalnya, selain yang sudah berkontrak, maka sisa produksi LNG dipastikan akan ditawarkan ke konsumen dalam negeri.

"Seperti tahun ini, di awal kami proyeksikan tidak ada LNG yang uncommitted cargo. Namun, di tengah jalan karena satu dan lain hal ada sekitar 3-4 kargo LNG uncommitted. Kami langsung tawarkan dulu ke dalam negeri. Pupuk, industri kelistrikan, dan lainnya. Ternyata tidak ada yang serap, baru kami langsung jual ke spot," ucapnya.

Rayendra menyampaikan bahwa proses komersialisasi gas bumi memiliki tantangan lebih besar dibandingkan minyak bumi, yaitu penyerapan pasar dan infrastuktur.

"Jadi, khusus gas bumi, setelah diproduksi harus segera disalurkan sehingga sebelum diproduksi, marketnya harus siap. Untuk menyalurkan, dibutuhkan infrastuktur agar bisa tersalurkan langsung ke konsumen," katanya.

Karena itu, perlu dikembangkan infrastruktur jaringan pipa untuk gas. Saat ini beberapa jaringan pipa gas belum tersambung, yakni Cirebon-Semarang, Dumai-Sei Mangke dan menuju Batam.

Rayendra menambahkan pekerjaan rumah untuk komersialisasi gas lainnya ialah pembangunan LNG Plant.

"Hal ini karena penemuan gas banyak di wilayah timur Indonesia, sedangkan permintaan banyak di wilayah barat Indonesia. Sehingga, dibutuhkan LNG Plant untuk dapat memenuhi permintaan tersebut," lanjutnya.

Rayendra melanjutkan bahwa upaya menciptakan pasar gas bumi domestik juga menjadi tantangan tersendiri. Soalnya, pemanfaatan gas bumi untuk domestik selama 10 tahun terakhir tidak mengalami peningkatan cukup signifikan.

Sementara itu, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi Suryodipuro, mengatakan komersialisasi minyak dan gas bumi harus dilakukan secara transparan dan hati-hati. Pasalnya, sektor hulu migas memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara.

"Perlu disadari bahwa tidak semua golongan memahami bagaimana proses komersialisasi migas sehingga ada persepsi keliru."

"Jika ada temuan, tidak lantas otomatis dapat memberikan keuntungan materi besar. Tidak semudah itu. Ada proses dan prosedur yang harus diikuti sebelum penemuan tersebut bisa diproduksi dan dikomersialisasikan," tuturnya.