Bagikan:

BOGOR - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) memusnahkan 11 komoditi barang impor ilegal senilai Rp 9,3 miliar.

Barang-barang tersebut didapatkan dari hasil pengawasan post border periode Januari hingga Februari.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pihaknya memang konsen melakukan pengawasan. Tujuannya adalah untuk melindungi konsumen dan juga industri dalam negeri.

“Banyak lagi ini masuk secara ilegal barang-barang. Ini ada 11 jenis, nilainya Rp9,3 miliar,” ujarnya dalam acara pemusnahan barang tindak lanjut hasil pengawasan post border, di Bogor, Jawa Barat, Kamis, 28 Maret.

Rinciannya, sambung dia, produk tertentu elektronika asal Thailand dengan nilai pabean Rp266 juta, bubuk cabai dan pasta cabai dari China senilai Rp1,5 miliar.

Lalu, bubuk cokelat dari Malaysia senilai Rp600 juta; kecap asal Singapura dengan nilai Rp700 juta; saus sambel asal Thailand Rp242 juta, cokelat cair asal Malaysia Rp447 juta.

“Ada juga produk-produk kehutanan asal Jepang sneilai Rp452 juta, solar panel, konsetrat jus apel, kemudian kaca-kaca lembaran ini tidak sesuai dengan pengawasan post border kita,” ujarnya.

Zulhas sapaan akrab Zulkifli Hasan bilang, barang-barang tersebut dimusnahkan lantaran tidak memenuhi syarat izin impor seperti tidak memiliki laporan surveyor, tidak memiliki persetujuan impor, dan tidak memiliki nomor pendaftaran barang.

Lebih lanjut, dia bilang pemusanahan 11 komoditas tersebut telah melanggar Permendag 51 Tahun 2020 Tentang Pemeriksaan Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui Kawasan Pabeaan.

“Oleh sebab itu ada 11 perusahaan yang akan mendapatkan sanksi tertulis yang kita dapat yang ikut andil dalam masuknya barang-barang tersebut,” jelasnya.

Sekadar informasi, pasal 3 dalam Permendag Nomor 51 Tahun 2020 dijelaskan bahwa pemberlakuan tata niaga impor terhadap barang tertentu dilaksanakan melalui kewajiban pemenuhan persyaratan impor oleh importir.

Adapun syarat yang harus dipenuhi yakni importir wajib mencantumkan dengan benar data persyaratan impor yang terdiri dari perizinan impor dan lembaga surveyor atau LS.

Apabila berdasarkan pemeriksaan khusus sebagaimana Importir terbukti tidak memenuhi kewajiban kepemilikan PI, tidak memenuhi kewajiban kepemilikan LS dan/atau realisasi jumlah atau volume Barang yang diimpor melebihi jumlah atau volume yang tercantum dalam PI dilanjutkan dengan pengawasan dan/atau penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.