Harga Beras Premium Masih Mahal, Pemerintah Putuskan Perpanjang Relaksasi HET Rp1.000 per Kilogram sampai April
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) memutuskan untuk melanjutkan kebijakan relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras premium Rp1.000 per kilogram (kg). Kebijakan ini diperpanjang hingga April 2024.

Adapun relaksasi HET beras premium ini diimplementasikan bertujuan menjaga stabilitas pasokan dan harga beras premium di tingkat konsumen. Relaksasi ini juga menyasar delapan zona wilayah.

“HET beras premium diperpanjangan satu bulan. Diperpanjang mulai 24 Maret 2024,” tuturnya saat dihubungi VOI, Selasa, 19 Maret.

Terpisah, Arief bilang bahwa relaksasi HET beras premium ini diperpanjang untuk menjaga stok beras premium di pasaran. Relaksasi ini juga dilanjutkan sambil menunggu harga gabah kering panen (GKP) turun.

“Karena kan supaya beras itu tetap ada di pasar, sambil sesuaikan GKP untuk turun,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurti menyatakan harga beras akan sulit kembali ke titik semula seperti tahun lalu. Dimana harga rata-rata nasional beras premium dibanderol Rp12.500 per kilogram (kg).

“Menurut perhitungan kami, di Bulog harga itu akan sulit untuk kembali ke titik semula seperti setahun yang lalu,” katanya dalam acara diskusi Bicara BUMN, di Media Center Kementerian BUMN, Jakarta, Senin, 18 Maret.

Alasannya, kata Bayu, harga produksi gabah saja saat ini sudah sangat tinggi. Upah tenaga kerja menjadi salah satu penyumbang kenaikan harga gabah.

“Upah tenaga kerja yang jadi biaya produksi gabah itu naik. UMR kan naik berarti nanti upah tenaga kerja informal akan naik,” ujar Bayu.

Tak hanya upah tenaga kerja, menurut Bayu, naiknya harga sewa lahan beserta biaya pupuk juga menjadi bagian penyumbang kenaikan harga produksi gabah.

“Dengan kenaikan secara internasional kenaikan bahan bakar, maka pupuk juga naik. Jadi biaya-biaya produksi yang dihadapi oleh petani sudah naik,” kata Bayu.

“Jadi menurut saya kita harus juga melihat itu sebagai faktor yang real-nya begitu dan tentu kita tidak senang, tidak gembira melihat itu, tapi faktanya demikian,” sambungnya.