Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey menyebut keberhasilan RI dalam memproduksi komoditas nikel menjadi simalakama.

Hal ini dikarenakan produksi nikel dalam negeri yang dinilai sudah berlebihan sehingga menurunkan harga nikel dunia.

"Kalau bagi saya pribadi, APNI menyatakan bahwa keberhasilan kita menjadi simalakama karena dengan overnya kapasitas produksi kita yang menurunkan harga nikel dunia," ujarnya dalam CLosing Bell yang dikutip Kamis 7 Maret.

Meidy mengatakan pihaknya bahkan sudah melakuka diskusi dengan London Metal Exchange (LME) dan International Nickel Study Group serta Fast Market dan beberapa lembaga internasional dunia terkait posisi Indonesia sebagai produsen nikel dunia.

Dikatakan Meidy, sejatinya kebutuhan nikel dunia hanya 3,4 juta ton pada tahun 2023, namun nikel yang diproduksi Indonesia mencapai 5 juta ton

"Artinya kita kan masih ada negara lain ya, tapi sudah lebih dari total demand yang Indonesia produksi sehingga mau nggak mau beberapa negara lain yang notabene nikel sulfida yang high cost-nya lebih tinggi, kemudian produksi lebih tinggi pasti ya drop," beber Meidy.

Ia melanjutkan, produsen nikel RI bergembira karena nikel yang dihasilkan adalah nikel laterite yang memiliki biaya prouksi relatif rendah dibandingkan nikel sulfida,

"itu sudah di-announce oleh beberapa perusahaan dunia bahwa karena Indonesia 60 persen cost-nya lebih murah, akhirnya mematikan dan menjatuhkan beberapa perusahaan-perusahaan processing plant di negara lain," pungkas dia.