Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu menyampaikan, pemerintah berkomitmen untuk terus melakukan transisi energi dengan mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT).

”Kita sudah meratifikasi Paris Agreement, menetapkan Nationally Determined Contribution (NDC), ke depan pembangkit listrik fosil kita kurangi dengan catatan, listrik tetap cukup, andal dan terjangkau,” ujar Jisman yang dikutip Kamis, 7 Maret.

Untuk itu, kata Jisman, pemerintah akan menggenjot bauran EBT sebagai pengganti energi fosil dalam mencapai target pengurangan emisi karbon sebesar 32 persen di tahun 2030.

Namun, Jisman mencatat, setidaknya ada tiga tantangan besar yang harus dipecahkan dalam agenda besar transisi energi.

Pertama, mismatch antara sumber EBT yang mayoritas berada di Sumatra, Kalimantan, dan Papua dengan pusat beban di Jawa.

Kedua, Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki tantangan tersendiri untuk membangun jaringan listrik yang mampu menyuplai hingga wilayah terpencil.

Ketiga, adanya intermitensi pada pembangkit EBT seperti surya dan bayu sehingga membuat listrik tidak stabil.

Menurutnya, tantangan tersebut tidak bisa dilakukan oleh pemerintah atau PLN sendiri, namun harus dilakukan melalui kolaborasi.

”Kami sebagai pemerintah mengajak semua pihak berkolaborasi, dalam artinya saling menguntungkan. Dari acara ini harus ada masukan-masukan yang sangat prinsip kepada pemerintah,” tandas Jisman.

Sementara itu Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, PLN mengakui bahwa transisi energi tidak bisa dijalankan sendiri.

Sebagai katalisator transisi energi, PLN harus membangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mencari solusi dari tantangan yang ada.

Darmawan meyakini, melalui kolaborasi, tantangan seperti mismatch sumber EBT dengan pusat beban dan intermitensi pada EBT bisa diurai dan diselesaikan.

PLN telah menyusun program Accelerated Renewable Energy Development (ARED)

Dengan ARED, PLN membangun pemerataan kelistrikan nasional melalui Green Enabling Super Grid. Menjadikan sistem kelistrikan Indonesia yang sebelumnya terpisah antar pulau menjadi terhubung satu sama lain dan potensi EBT berskala besar yang belum dimanfaatkan selama ini dapat dimaksimalkan.

"Pasokan listrik berbasis EBT akan meningkat dari 22 GW menjadi 61 GW," ujar Darmawan.

Kemudian, untuk mengatasi tantangan intermitensi dari sumber EBT, PLN juga membangun smart grid dengan smart power plant dan flexible generation yang dilengkapi smart transmission, smart distribution, smart control center dan smart meter.

"Lewat ARED ini membuat penambahan kapasitas listrik 75 persen bersumber dari EBT, sementara 25 persen berasal dari gas alam," pungkas Darmawan.