BALI - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkap bahwa dorongan transisi energi demi memenuhi target yang lebih hijau membuat sektor keuangan berhenti mendanai proyek minyak dan gas (migas) baru. Kondisi ini membuat kurangnya investasi di sektor migas.
"(Sektor keuangan) memberikan lebih banyak dana untuk pembangunan terbarukan. Hal ini menyebabkan kurangnya investasi dalam eksploitasi minyak dan gas," katanya dalam rangkaian 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2022 di Nusa Dua, Bali, dikutip Kamis, 24 November.
Menyikapi dorongan transisi energi tersebut, Arifin mengatakan sejumlah perusahaan migas juga telah melakukan diversifikasi operasi. Salah satunya adalah dengan berinvestasi di bidang non-inti. Contohnya seperti pengembangan energi terbarukan, kelistrikan, dan baterai.
Meski begitu, kata Arifin, hingga saat ini sektor migas masih tetap tumbuh ditengah gempuran energi baru terbarukan (EBT).
"Meskipun dengan tantangan tersebut, permintaan minyak dan gas masih tumbuh terutama di wilayah berkembang seperti India, Afrika, dan Asia di mana pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, industrialisasi, dan kendaraan akan melonjak secara signifikan," ucapnya.
Arifin mengakui energi fosil memang menyumbang emisi terbesar. Berdasarkan laporan Kesenjangan Emisi 2022 oleh Program Lingkungan Persatuan Bangsa Bangsa (UNEP) mencatat, total emisi pada tahun 2021 adalah 52,8 GtCO2.
BACA JUGA:
Dari jumlah tersebut, emisi yang dihasilkan dari energi fosil termasuk minyak dan gas adalah 37,9 GtCO2 atau setara dengan hampir 72 persennya.
Karena itu, tak heran jika industri migas menghadapi tantangan dan nantinya bakal ditinggalkan karena dunia semakin bertransformasi menuju transisi energi bersih untuk mengurangi emisi CO2.
"Perusahaan minyak dan gas perlu mengatasi transisi ini dengan mengambil langkah signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dalam operasi mereka untuk mendukung dunia nol bersih," ujar Arifin.