Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bisang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan memberikan jawaban atas penyataan Co-Captain Timnas Anis-Muhaimin, Thomas Lembong yang menuding penurunan harga nikel dikarenakan hilirisasi yang dilakukan secara 'ugal-ugalan'.

Melalui postingannya di laman instagramnya, Luhut meminta Tom Lembong untuk melihat data harga komoditas nikel secara garis besar selama 10 tahun ke belakang.

"Dia (Tom Lembong) pebisnis juga kan, siklus komoditas itu naik turun, apakah itu batu bara, nikel, timah, emas. Apa saja," ujarnya yang dikutip Rabu 24 Januari.

Jika dilihat selama 10 tahun terakhir, kata Luhut, sejak 2014, harga rata-rata nikel dunia adalah 15 ribuan dolar AS, masih lebih rendah dibandingkan harga saat ini.

Bahkan pada periode 2014-2019, kata dia, ketika awal-awal periode hilirisasi mulai dilakukan, harga rata-rata nikel dunia hanya sebesar 12 ribu-an dolar AS.

"Saya  tidak mengerti bagaimana Tom Lembong memberikan staement seperti ini, bagaimaana anda memberikan advice bohong kepada calon pemimpin yang anda dukung? Saya sedih melihat anda. Artinya intelektual  anda saya ragukan, ujar Luhut.

Dampak Harga Nikel pada Perekonomian

Dikatakan Luhut, Tom Lembong yang juga merupakan mantan Kepala Badan Koordinasi Pennaman Modal (BKPM) dan Menteri Investasi harus mengerti jika harga nikel terlalu tinggi akan membahayakan perekonomian.

"Kita belajar dari kasus cobalt 3 tahun lalu harga tinggi akhirnya orang mencari bentuk baterai lain. Itu salah satu lahirnya Lithium Ferrp Phosphate (LFP) itu," sambung Luhut.

Luhut menjelaskan, jika harga nikel terlalu tinggi, orang cenderung akan mencari teknologi lain untuk menggantikan nikel sebagai bahan dasar baterai kendaraan listrik. Untuk itu Indonesia perlu mencari keseimbangan antara pasokan dan harga nikel agar harga tetap terjaga.

"Tapi ingat lithium baterai bisa recycling sedangkan LFP itu tidak bisa sampai hari ini. Kita bersyukur LFP juga kita kembangkan dengan Tiongkok dan lithium juga dengan Tiongkok dan lainnya," beber Luhut.

Berkat hilirisasi yang dilakukan, Luhut menyebut pernah membawa Indonesia mencetak angka inflasi di bawah 3 persen.

Dikatakan Luhut, RI juga pernah surplus ekspor selama 44 bulan berturut-turut.

Dengan hilirisasi, Luhut mengklaim Indonesia bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen di saat negara lain terseok-sekok dintengah tantangan ekonomi dunia.

"Mungkin sampai 2030 kita berharap trajectory kita bisa income per kapita kita di 10.000 dolar AS dan kita berharap yakin GDP kita 3 triliun dolar AS atau lebih. Jadi downstreaming akan membuat Indonesia jauh lebih bagus," pungkas Luhut.