Melalui Transfer Teknologi, Etana Berhasil Kembangkan Berbagai Produk Bioteknologi dan Vaksin di 2023
Foto: Dok. Etana

Bagikan:

JAKARTA - PT Etana Biotechnologies Indonesia (Etana), merupakan perusahaan biofarmasi asli Indonesia yang menjadi perusahaan pertama di ASEAN yang memiliki platform teknologi mRNA, menyampaikan pencapaiannya dalam mengembangkan sejumlah produk biologi dan vaksin melalui transfer teknologi dan kolaborasi dengan berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri.

Presiden Direktur Etana Nathan Tirtana menyampaikan, saat ini Etana sudah memiliki beberapa produk biologi di antaranya Erythropoietin Alfa digunakan oleh Pasien Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani cuci darah untuk meningkatkan kadar darah merah (Hb) untuk mencegah anemia serta Monoclonal Antibody-Bevacizumab digunakan bagi pasien kanker untuk mengobati kanker paru-paru non-sel kecil lanjut dan kanker kolorektal metastatik.

“Kami juga mengembangkan Vaksin SARS-CoV-2 dengan teknologi mRNA, merupakan vaksin COVID-19 pertama yang mendapatkan sertifikat halal di dunia dari LPPOM-MUI dan diproduksi secara lokal oleh Etana, serta Vaksin PCV-13 yang merupakan vaksin pneumonia yang diberikan pada anak-anak hingga berusia 2 tahun,” ujar Nathan, melalui keterangan tertulisnya, Jumat 5 Desember.

Nathan menjelaskan, sepanjang 2023 Etana fokus pada pengembangan produk biofarmasi melalui transfer teknologi, di mana hal ini dapat mempersingkat waktu dalam menghasilkan produk biologi dan vaksin. Untuk mencapai hal itu, Etana banyak berkolaborasi dengan perusahaan biofarmasi terkemuka di berbagai negara.

“Selain itu, Etana juga bekerja sama dengan akademisi dan pemerintah dalam melakukan research and development (R&D) untuk mengembangkan produk biologi baru sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia,” imbuhnya.

Nathan menuturkan, kondisi pandemi merupakan momentum bagi industri kesehatan yang harus menghadapi kenyataan begitu sulitnya mendapatkan vaksin COVid-19. Teknologi dalam negeri yang dimiliki belum mampu memproduksi vaksin dengan cepat, di mana proses pembuatan vaksin biasanya memakan waktu 5-10 tahun.

“Belajar dari kondisi ini, Etana berupaya untuk menjawab tantangan yang ada dengan membawa teknologi baru yaitu teknologi mRNA melalui transfer teknologi bekerjasama dengan salah satu perusahaan biofarmasi Tiongkok. Proses transfer teknologi mRNA telah dilakukan dengan baik, saat ini kita hanya membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk memproduksi vaksin,” ungkapnya.

Di samping itu, Nathan mengungkapkan bahwa sepanjang 2023, Etana telah melakukan beberapa kolaborasi dengan Lembaga dalam negeri maupun luar negeri yang tentunya telah didukung oleh pemerintah, di antaranya dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), University of New South Wales (UNSW) Australia dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dalam pengembangan riset, sumber daya manusia dan inovasi bidang kesehatan, khususnya pada teknologi mRNA, serta dengan Kementerian Kesehatan RI dan Tsinghua University dalam evaluasi vaksin.

“Selain itu, pada Indonesia-China Business Forum beberapa waktu lalu, Etana dan CanSino Bio menandatangani dokumen kerja sama di bidang Biofarmasi dan Vaksin yang disaksikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo,” tambahnya.

Lebih jauh lagi, Nathan mengatakan, tantangan utama di industri biofarmasi adalah pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mendapatkan SDM yang mampu memahami industri ini diperlukan waktu yang cukup panjang, akan tetapi pihaknya percaya SDM yang dimiliki Etana saat ini adalah SDM yang sudah berpengalaman dan menguasai bidangnya.

“Melalui transfer teknologi SDM, kami mendapatkan banyak kesempatan untuk belajar mengenai perkembangan yang terjadi di biofarmasi. Dengan dimilikinya SDM yang kompeten, Etana berharap dapat mendukung perkembangan bioteknologi di Indonesia,” pungkasnya.