Pembangunan Perumahan Karyawan Freeport Terbengkalai
Foto: Istimewa

Bagikan:

JAKARTA - PT Bintang Timur Sejati (PT BTS) meminta PT Freeport Indonesia (PFTI) segera menyelesaikan sengketa perumahan subsidi program Home Ownership Program For Employee (HOPE). PT BTS pun membawa masalah ini ke Pengadilan Negeri Timika pada awal Oktober 2023, setelah PTFI berkali-kali melanggar perjanjian kerja bersama (PKB), beberapa di antaranya adalah pemenuhan pengguna (user) rumah serta pembayaran uang muka (down payment) yang selalu terlambat.

Program perumahan subsidi ini sendiri merupakan kerja sama antara PTFI dengan Pimpinan Unit Kerja, Serikat Pekerja Kimia Energi & Pertambangan, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK SP KEP SPSI) PTFI dan PK Federasi Pertambangan Energi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FPE KSBSI) PTFI serta PT BTS. Program ini tertuang dalam pasal 44 ayat 55 PKB XX PTFI periode 2017-2019.

Dalam PKB tersebut, akan dibangunkan 1.200 unit rumah dengan beberapa tipe, yakni mulai tipe 45, 54, 60, dan 72, hingga tahun 2023. Untuk pembangunan rumah ini, tim HOPE yang dibentuk memilih PT BTS sebagai pihak developer.

Namun, dalam proses pembangunannya PUK SP KEP SPSI PTFI dan PK FPE KSBSI PTFI tidak berjalan sesuai dengan perjanjian kerja sama.

Pada awal tahun 2019, tim HOPE datang ke kantor pemasaran perumahan PT BTS di Jalan Budi Utomo Baru, Kelurahan Kamoro Jaya, Distrik Wania, Mimika, Papua Tengah. Namun, PT BTS menganggap proses tender HOPE PTFI terlalu berbelit-belit. PT BTS juga menilai proyek pengadaan perumahan bagi karyawan PTFI terlalu besar atau tidak memiliki lahan dan uang. Berdasarkan hal-hal tersebut, PT BTS menyampaikan akan mengundurkan diri dari tender ini dalam kesempatan rapat yang digelar di Rimba Papua Hotel.

Setelah PT BTS terpilih sebagai pemenang tender HOPE, langsung membuat perjanjian di depan notaris untuk pembayaran tanah, dengan perjanjian dilunasi selama masa dua tahun, di mana jika terjadi keterlambatan dikenakan denda dua persen per bulan dari sisa utang.

Pada tahun 2020 atau tahun pertama HOPE, pihak tim HOPE (SPSI, SBSI, dan PTFI) tidak dapat memenuhi kuota menyediakan pengguna sebanyak 300 karyawan untuk sebanyak 300 unit rumah per tahun, ketika pada tahun pertama hanya dapat disediakan pengguna sebanyak 141 orang. Selain itu, proses pembayaran down payment yang diberikan perusahaan memakan waktu lebih kurang dua minggu.

Memasuki tahun 2021 atau tahun kedua, juga tidak dapat terpenuhi target yang disepakati bahkan mengalami penurunan dari tahun pertama, yaitu sebanyak 117 pengguna, dengan proses pembayaran down payment yang diberikan perusahaan memakan waktu lebih lama

Kondisi tersebut semakin parah saat memasuki tahun 2023, kala kondisi keuangan PT BTS semakin terpuruk, semakin sedikitnya pengguna HOPE dan lamanya pembayaran DP, maka BTS mengirimkan surat kepada pihak manajemen PTFI agar segera memberikan solusi.

Atas dasar tersebut Direktur PT BTS Michael Hay membawa sengketa ini ke ranah hukum, dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Timika dengan nomor perkara 84/Pdt.G/2023/PN TIM pada 5 Oktober 2023.

"Diharapkan agar PTFI membayar sisa tanah kapling yang sudah atas nama PT BTS sebanyak 347 unit dibayar sesuai dengan NJOP tahun terakhir," ujar Michael.

Hal tersebut dilakukan agar PT BTS dapat menutupi utang-utang di bank supaya tidak terbebani bunga lagi setiap bulannya, dan sisanya akan PT BTS gunakan untuk membeli bahan bangunan HOPE.

"Setelah itu, PT BTS mendapatkan informasi bahwa pihak PTFI menolak semua permohonan PT BTS tanpa adanya mempertimbangkan kerugian yang PT BTS alami selama tiga tahun lebih ini, yang sebenarnya adalah ulah dari tim PTFI, sehingga PT BTS meyampaikan kepada pihak manajemen PTFI akan menempuh jalur hukum," katanya.

Menurutnya, waktu tiga tahun yang telah dilewati untuk tetap dapat bertahan menjalankan progam HOPE dengan segala kerugian dan masalah yang dihadapi, PT BTS telah kecewa lantaran pihak PTFI, yang datang kepada PT BTS untuk mengikuti tender dalam keadaan PT BTS berkali-kali menyampaikan ketidakmampuan.

"Dikarenakan tidak mempunyai lahan dan modal, dimana memberikan iming-iming dan janji-janji bahwa progam ini akan berjalan dengan lancar dan aman, sehingga pada akhirnya BTS merasa dilemahkan posisinya dalam perjanjian program HOPE, yang terindikasi telah diatur dan ditentukan sedemikian rupa oleh PTFI," demikian Michael.