Bagikan:

JAKARTA - Pengamat Pajak Indonesia Sabar Lumban Tobing menyambut baik rencana Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang menargetkan peningkatan rasio pajak hingga 23 persen jika terpilih di Pilpres 2024.

Kendati demikian, kata Sabar, hal ini harus menjadi perhatian serius dan membutuhkan kerja sama seluruh pemangku kepentingan.

"Dalam mencapai peningkatan rasio pajak yang ideal memerlukan sinergi erat antara berbagai pihak yang terlibat, terutama antara Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak Kementerian Keuangan," ujar Sabar dalam keterangan resminya, Rabu, 27 Desember.

Menurutnya, rasio pajak merupakan indikator signifikan dalam konteks ekonomi suatu negara, yang mana mengukur proporsi pendapatan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nominal negara tersebut.

Pasalnya, rasio pajak memiliki peran vital dalam penilaian kinerja penerimaan pajak pemerintah, serta mencerminkan kemampuan pemerintah untuk membiayai berbagai kebutuhan publik dengan sumber daya dalam negeri.

"Semakin tinggi rasio pajak suatu negara, semakin besar ketergantungan pemerintah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pelaksanaan pembangunan," kata dia.

Masih kata Sabar, salah satu kendala utama yang dihadapi saat ini adalah tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak yang masih rendah.

Padahal, hal ini merupakan faktor kunci dalam mencapai kepatuhan pajak yang lebih baik.

Sabar berujar, perhitungan rasio pajak bisa melibatkan dua pendekatan, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas.

Dalam arti sempit, yang diterapkan pada saat tertentu peningkatan rasio pajak mencakup penerimaan pajak pusat, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN/PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea dan Cukai, serta pajak lainnya.

Sementara dalam arti luas, seperti disarankan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), peningkatan rasio pajak mencakup seluruh penerimaan pajak, baik dari tingkat pusat maupun daerah, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari royalti sumber daya alam (SDA).

"Saat ini, Indonesia mulai mengadopsi perhitungan rasio pajak dalam arti luas, meskipun belum sepenuhnya karena komponen pajak daerah belum dimasukkan dalam perhitungan tersebut," ujar Sabar.

Namun, kata Sabar, peningkatan rasio pajak juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti regulasi dan penegakan hukum, sehingga menetapkan dan mencapai target rasio pajak bukanlah tugas yang sederhana.

Dalam menghadapi tantangan ini, lanjut Sabar, pemerintah harus mengandalkan berbagai kebijakan teknis sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti perluasan basis pajak melalui integrasi Nomor Identifikasi Kepabeanan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), peningkatan aktivitas ekstensifikasi pajak, optimalisasi implementasi sistem perpajakan inti (coretax system), dan penegakan hukum perpajakan yang adil.