Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut, proses budi daya udang yang masih tradisional menjadi salah satu kendala dalam peningkatan produksi udang di Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, budidaya udang yang baik itu seharusnya bisa menghasilkan produktivitas hingga 40 ton per hektare (ha).

Namun, nyatanya Indonesia yang memiliki total kapasitas 247 hektare lahan garapan, per hektare hasil produktivitasnya hanya mencapai 0,6 ton saja.

"Artinya, produktivitas kami 1 ton per hektare pun tidak tercapai. Karena apa? Karena caranya terlalu tradisional," kata Menteri Trenggono acara Pertemuan Nasional Pembangunan Perikanan Budi Daya Berbasis Ekonomi Biru di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Senin, 18 Desember.

Menteri Trenggono mengatakan, pembudidaya udang di Indonesia seringkali membuang sisa-sisa kotoran udang dari proses pembersihan ke laut.

Padahal, kata dia, air laut itu diambil lagi untuk digunakan kembali tanpa disaring. Alhasil, lantaran sisa-sisa kotoran itu mengandung bakteri dan pada akhirnya berpengaruh pada kualitas hasil panen udangnya.

"Mungkin produksinya bisa 1-5 kali, tapi karena prosesnya begitu kualitas udangnya tidak baik," ujar Trenggono.

Menurut Trenggono, hal tersebut yang membuat Indonesia masih belum bisa menembus ekspor udang hingga ke pasar Eropa, dan tujuan ekspor utama udang Indonesia masih hanya AS, Belanda, dan China. Negara-negara Eropa sendiri, kata dia, memiliki persyaratan impor udang yang sangat ketat.

"Enggak bisa ke negara lain itu, kenapa? Karena kualitasnya tidak standar. Eropa itu hampir sama sekali tidak ada (ekspor) karena kadar air udang kami tinggi," imbuhnya.