JAKARTA - Program Kartu Prakerja mengemukakan strategi transisi pelatihan keterampilan pekerjaan hijau yang lebih ramah lingkungan, dalam Forum Pemangku Kepentingan Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik atau APEC Multistakeholder Forum.
Acara ini diselenggarakan sebagai bagian dari APEC - Asia-Pacific Economic Cooperation Economic Leaders’ Week 2023, yang bertujuan untuk memperlihatkan contoh baik dari intervensi yang dilakukan oleh komunitas untuk dapat memenuhi keterampilan masyarakat rentan dalam menghadapi perubahan global menuju net-zero carbon economy.
Dalam sesi yang bertajuk "Mempersiapkan Tenaga Kerja untuk Ekonomi Hijau yang Kokoh," Direktur Eksekutif Prakerja Denni Puspa Purbasari memaparkan strategi Prakerja dalam menyiapkan tenaga kerja untuk transisi inklusif menuju ekonomi hijau, termasuk di antaranya menyediakan beasiswa pelatihan, baik secara luring maupun daring yang bersifat tanpa perantara (end-to-end) secara digital.
"Sebelum adanya Prakerja, terdapat sembilan kementerian/lembaga yang menyediakan pelatihan vokasi yang umumnya dilakukan secara tatap muka, dengan jumlah peserta setiap tahunnya mencapai 170.000 orang. Mungkin itu jumlah yang besar, tapi itu belum ada apa-apanya dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia," kata Denni, akhir pekan lalu.
Dia mengemukakan strategi pendekatan end-to-end secara digital dipilih untuk mengatasi permasalahan umum masyarakat Indonesia yang kerap terbatas aksesnya untuk mendapatkan pelatihan yang bersifat skilling, reskilling, dan upskilling, terlebih lagi bagi masyarakat yang berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Berdasarkan data yang dihimpun, 120 juta tenaga kerja di Indonesia belum mendapatkan pelatihan ketenagakerjaan yang mumpuni. Faktor ekonomi menjadi salah satu hal yang kerap ditemukan di masyarakat Indonesia. Pendapatan per kapita yang berada di angka rata-rata 200 dolar AS per bulan tidak memungkinkan masyarakat untuk dapat mengikuti kelas pelatihan apapun.
Di samping itu, minimnya waktu yang tersedia juga menjadi kendala yang kerap ditemukan. Para tenaga kerja harus bekerja dari Senin hingga Jumat, serta mengalokasikan waktunya di akhir pekan untuk keluarga. Bahkan, sejumlah tenaga kerja di sektor informal harus bekerja dengan waktu yang lebih panjang.
Ketidaktahuan masyarakat terhadap pelatihan yang harus diambil juga menjadi salah satu alasan yang kerap dijumpai, terlebih sebelum adanya pandemi COVID-19, di mana mayoritas pelatihan dilakukan secara tatap muka.
"Itulah mengapa Prakerja menggunakan pendekatan end-to-end secara digital, untuk dapat memberikan akses pelatihan kepada setiap orang untuk dapat meningkatkan kemampuannya. Karena kita tidak punya waktu, kita harus tetap bekerja, serta kita harus memberikan pelatihan yang relevan" ucap Denni.
Pendekatan end-to-end secara digital yang dilakukan Prakerja, juga sekaligus menjawab tantangan geografis Indonesia, tentang bagaimana menyediakan program pelatihan yang bersifat skilling, reskilling, dan upskilling bagi masyarakat yang tersebar di lebih dari ribuan pulau dalam suatu negara.
Untuk mempermudah hal tersebut, Denni memaparkan Prakerja berkolaborasi langsung bersama sejumlah pemangku kepentingan terkait. Salah satunya adalah bursa kerja, untuk dapat mengetahui secara langsung animo masyarakat dan kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam suatu bidang tertentu. Selain itu, kerja sama juga dibangun dengan para penyedia pelatihan, untuk dapat menyediakan pelatihan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
"Maka dari itu kita menggunakan sistem dengan mekanisme yang yang lebih desentralisasi. Kita memberikan pilihan kepada orang-orang untuk dapat memilih pelatihan apapun yang tersedia dalam ekosistem Program Kartu Prakerja," ujarnya.
Melalui Prakerja, Denni mengungkapkan setiap orang yang terpilih berhak atas manfaat senilai Rp4,2 juta atau sekitar 300 dolar AS untuk dapat membeli program pelatihan yang dikehendakinya, dan umumnya dilakukan secara daring. Pendekatan end-to-end secara digital juga memungkinkan pemerintah menghemat anggaran, sehingga, Program Kartu Prakerja dapat dinikmati oleh lebih banyak orang di Indonesia.
Selain itu, setiap orang yang telah menerima manfaat tidak diperkenankan lagi untuk menjadi penerima manfaat pada gelombang berikutnya. Hal ini memungkinkan anggota masyarakat lainnya juga berkesempatan untuk mendapatkan program pelatihan yang bersifat skilling, reskilling, dan upskilling melalui Prakerja.
Melalui strategi tersebut, hingga kini tercatat Prakerja telah memberikan manfaat kepada sekitar 17 juta orang dengan rentang usia 18-64 tahun di Indonesia, dengan 51 persen diantaranya merupakan perempuan, 3 persen penyandang disabilitas, serta telah mencakup seluruh wilayah di Indonesia.
Dalam kaitannya terhadap ekonomi hijau, saat ini Prakerja memiliki 12 pelatihan keterampilan pekerjaan hijau yang berada dalam ekosistemnya, di antaranya pengembangan program Corporate Social Responsibility (CSR), kalkulasi emisi karbon, manajemen limbah makanan, laporan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan, modifikasi kendaraan bermesin bensin menjadi listrik, desain pakaian ramah lingkungan, dan lain sebagainya dan masih dapat berkembang di kemudian hari.
Dalam pertemuan tersebut, Vietnam Deputy Country Representative di The Asia Foundation Filip Graovac mengagumi apa yang dilakukan oleh Prakerja.
BACA JUGA:
"Meskipun Prakerja merupakan program pemerintah, program ini mempertimbangkan berbagai aspek dari masyarakat, konteks kerjanya, di berbagai provinsi dan wilayah, sangat berbasis lokal. Namun, juga mempertimbangkan sektor swasta dan memahami permintaan dari sektor swasta. Saya berharap saya dapat belajar lebih banyak dan benar-benar mereplikasi program ini di negara lain, termasuk negara yang saya wakili, Vietnam," ujarnya.
Salah seorang peserta asal Thailand juga mengaku mendapatkan pelajaran penting dari apa yang dipaparkan Denni dalam diskusi tersebut.
“Sesi Prakerja memberikan pelajaran penting bagaimana membangun kerja sama antara sektor publik dan privat. Prakerja membangun dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada populasi yang lebih besar dan pihak-pihak lainnya untuk menciptakan ekosistem yang mendukung skilling, reskilling dan upskilling,” kata Kittikun Saksung, Koordinator Global Youth Biodiversity Network for Asia and Thailand.
Pada sesi ini juga terdapat sejumlah pembicara lainnya seperti Direktur Jenderal Departemen Ketenagakerjaan Vietnam Dr. Binh Vru Tong, Spesialis Perdagangan dan Globalisasi AFL-CIO Eric Gottwald, dan Deputi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Ema Liliefna.